Apakah manusia sebelum lahir sudah ditetapkan oleh Allah dengan ketetapan baik atau ketetapan buruk. Apakah Allah menetapkan manusia itu dengan sewenang-wenang ? Apakah benar manusia sebelum lahir ditetapkan Allah seperti dalam Lauh Mahfuzh ? Apa itu Lauh Mahfuzh ? Marilah kita pelajari pertanyaan-2 diatas melalui ayat-2 Al Quran.
Surat Al Hajj (22) ayat 70
"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah."
Surat Faathir ayat 11Surat Ar Ra'd (13) ayat 39
Dilihat ayat-ayat yang menjelaskan Lauh Mahfuzh diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Lauh Mahfuzh adalah suatu kumpulan ilmu (Al Hajj ayat 70) dan kumpulan catatan tentang perbuatan manusia ( Yaasiin ayat 12) serta kehendak Allah ( Ar Ra’d ayat 39 dan Faathir ayat 11).
Berkaitan dengan ketetapan Allah, ayat tentang Lauh Mahfuzh yang berkaitan tentunya yang mempunyai arti ” kumpulan catatan perbuatan manusia dan kehendak atau ketetapan Allah”
Ketetapan Allah bukanlah merupakan ketetapan yang sewenang-wenang dan merugikan manusia. Ketetapan Allah merupakan ketetapan yang seadil-adilnya tergantung dari perbuatan manusia yang telah dikerjakan sebagaimana ayat berikut ini.
Surat Yunus (10) ayat 44
Surat Al Ankabuut (29) ayat 40
Surat Asy Syuura (42) ayat 30
Surat An Nisaa' (4S) ayat 40
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebaikan sebesar zarrah, niscahya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar"
Seorang yang dilahirkan cacat, atau orang yang dilahirkan oleh seorang ibu yang miskin dan papa yang rumahnya dibawah jembatan atau orang yang dilahirkan dari seorang ibu dan ayah yang beragama yahudi dan kristen. Apakah ini merupakan ketetapan Allah ? Ya ini merupakan ketetapan Allah berdasarkan hasil perbuatannya yang dicatat dalam Lauh Mahfuzh ( Surat Yaasiin (36) ayat 12)
Jika hidup ini baru pertama kali, maka pernyataan bahwa Tuhan sedikitpun tidak merugikan hambaNya, tidak benar adanya. Didalam Al Quran Tuhan telah menyatakan dengan tegas bahwa Dia tidak merugikan manusia sedikitpun, bahkan diri manusia yang menganiaya dirinya sendiri seperti surat diatas. Allah menetapkan berdasarkan hasi hisab perbuatan yang dilakukan manusia. Perbuatan yang mana, ya, perbuatan yang dilakukan sebelumnya dalam kehidupan ini dan atau perbuatan sebelum di hidupkan kembali. Dihidupkan dimana ? Ya, dihidupkan lagi di bumi sebagaimana Surat An Naazi´aat (79) ayat 14
"maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi."
Dipermukaan bumi yang mana ? Yang jelas yang dimaksud bumi tentu seperti bumi yang kita pijak ini.
Serta merta hidup kembali di permukaan bumi ini terus jemegler (Bhs.Jawa) hidup diatas bumi. Tentu tidak, pasti melalui proses kelahiran. Karena Tuhan telah memberikan metafor terhadap proses kebangkitan atau kehidupan sesudah mati. Seperti dalam Surat Qaf (50) ayat 11.
"untuk menjadi rezki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan air itu tanah yang mati (kering). Seperti itulah terjadinya kebangkitan"
Kalau tanah itu menjadi hidup tentunya akan muncul trubus atau kecambah yang akan menjadi tanaman-tanaman. Demikian juga proses kebangkitan atau proses kelahiran kembali. Ya, tentunya proses kelahiran itu melalui hubungan suami istri. Kebangkitan manusia ini disamakan dengan hidupnya tanah yang kering kemudian tumbuh tunas (kecambah) tanaman dan seterusnya. Jadi manusia dibangkitkan itu tidak langsung serta merta (Bhs. Jawa : jemegler) jadi manusia dewasa. Tetapi melalui proses bertemunya sel sperma dan sel telur, kemudian berproses menjadi bayi dan dewasa.
Dengan demikian takdir buruk dan takdir baik itu merupakan hasil perbuatan manusia sendiri dan bukan kehendak Allah yang berdasarkan kesewenang-wenangan. Tuhan menetapkan apa yang Ia kehendaki dapat diartikan Tuhan berkehendak menetapkan apa yang dikehendaki hambaNya. Tuhan tidak pernah membuat manusia menderita dalam hidupnya. Ini bukan hanya untuk orang-orang tertentu. Semua manusia tak pernah dan tak akan dianiaya oleh Tuhan. Bahkan jika manusia berbuat kebaikan sekecil apapun, Allah akan melipat gandakannya. Faktor inilah yang membuat manusia dapat menyempurnakan dirinya. Tuhan, dalam hal ini, hanya menjadi fasilitator. Tuhanlah yang memberi rahmat dan kemudahan pada diri manusia.
Wa llahu alam bi showab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar