Rabu, 24 Juni 2009

Kapan Ruh itu ditiupkan ?

Saat sel sperma dan sel telur bertemu, maka terjadilah satu sel batang (stem cell). Sel ini bukan sel dari ibu dan bukan pula dari sel ayah. Ini adalah sel yang baru. Pada hari pertama saat sel sperma dan sel telur itulah ruh ditiupkan. Bukan setelah sempurna kemudian ditiupkan ruh tetapi bersamaan karena kata sambungnya adalah “dan” bukan “kemudian”. Saat itu pula atas perintah Tuhan melalui ruh yang ditiupkan, sel ini menjadi tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaanya. Tanpa ruh, sel tidak bisa hidup dan tumbuh kembang.

“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." [QS Shaad (38) ayat 72].

Sesungguhnya yang ditiupkan Tuhan itu adalah ruh dan jiwa (badan halus). Badan halus ini hidup karena ada ruh didalamnya. Jiwa (badan halus) atau juga disebut “sang diri” atau “nafs” dalam bahasa Arab.

“Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui.” [QS Al An'aam (6) ayat 98].

Allah menciptakan seseorang dari satu diri atau diri yang satu (nafsin wahidatin). Sehingga satu sel batang yang terdiri dari badan sel itu sendiri (phisik); badan halus (diri) dan ruh, dapat hidup dan tumbuh kembang.. Sang diri inilah yang mempertanggung jawabkan apa yang telah dikerjakan. Bukan phisik atau badannya bertanggung jawab tetapi sang diri.

“Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan.” [QS Yunus (10) ayat 30]

Ruh adalah kepunyaan atau bagian dari Tuhan. Dengan ruh, satu sel batang itu hidup, dapat membelah dan menyerap makanan. Ruh merupakan derivasi yang paling kecil dari Tuhan. Tuhan maha berkehendak, ruh juga berkehendak. Tuhan maha pencipta, ruh juga dapat mencipta. Seluruh sifat Tuhan itu menurun kepada ruh. Tanpa ruh sel batang merupakan seonggok materi dan energi hidup tetapi tidak tumbuh kembang menuju kesempurnaannya. Seperti contoh bayi tabung. Sel sperma dan sel telur diproses “ditempat lain” ( diluar rahim ibu). Dalam waktu tertentu batang sel itu hidup tetapi tidak dapat tumbuh kembang karena tanpa ruh dan jiwa, walaupun kondisi “ditempat lain” itu persis sama dengan rahim seorang ibu. Oleh karenanya batang sel itu kemudian dikembalikan ke rahim seorang ibu sehingga batang sel itu bisa tumbuh kembang. Sesuatu tidak akan hidup dan tumbuh kembang kecuali dalam naungan yang hidup. Allah mengeluarkan yang mati dari yang hidup (QS Yunus [10] ayat 31). Artinya satu sel batang yang mati ( hidup tetapi tidak tumbuh kembang) dihidupkan oleh Allah dengan sang diri (ruh dan jiwa ) di dalam rahim ibu yang hidup. Sel batang pasti tidak akan hidup pada rahim ibu yang mati.
Demikian juga jiwa atau sang diri tidak akan hidup dan tumbuh kembang menuju kesempurnaannya tanpa ruh.

” dan jiwa serta penyempurnaannya ,” [QS Asy Syams (91) ayat 7]
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,” [QS Al Muddatstsir (74) ayat 38]

Jiwa (sang diri) itu juga hidup dan tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaannya. Yang datang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia ini adalah sang diri (jiwa/nafs) karena sang diri itu mengetahui apa yang dikerjakan dan apa yang dilalaikan ( QS Al Infithar [82] ayat 5), sang diri juga dapat menyesali diri ( al lauwamah) dan lain sebagainya. Sang diri diberikan pilihan jalan kefasikan atau jalan ketaqwaan karena Allah telah mengilhamkan kefasikan dan ketaqwaan [QS Asy Syams (91) ayat 8]. Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya (sang diri).
Kalau sang diri tidak berkembang sebagaimana fitrahnya, maka ilmuwan menyebutnya keterlambatan mental atau cacat (handicapped) mental. Hidup tetapi sang diri tidak berkembang atau tidak normal. Sehingga mereka tidak diberikan tanggung jawab atas perbuatannya.
Satu sel batang atau badan sel secara phisik tadi hidup dan tumbuh berkembang sampai siap untuk lahir dan menjadi dewasa dan akhirnya menjadi tua renta dan mati. Demikian juga sang diri (jiwa/nafs) hidup dan tumbuh dan berkembang. Jiwa kekanak-kanakan menjadi jiwa yang sudah dewasa dan akhirnya dikembalikan menjadi jiwa yang ke kanak-kanakan lagi, sehingga jiwa-jiwa itu tidak tahu lagi apa yang telah diperbuat.

“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. “[QS Al Hajj (22) ayat 5]

Pengertian “pikun” ini sesungguhnya (faktanya) suatu keadaan badan phisik yang sudah tua renta dan jiwanya sering lupa dan tingkah lakunya kembali seperti anak-anak.
Setelah badan phisiknya mati, maka ruh dan jiwanya tetap hidup dan datang kepada Tuhan untuk mempertanggung jawabkan atas perbuatannya di dunia. Dan Allah sangat sepat perhitungannya (kalkulasinya).

“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan).” [QS An Nahl (16) ayat 111].

“agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang (nafs/ diri) terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya.” [QS Ibrahim (14) ayat 51]

Setelah dihisab amal perbuatannya, maka ruh dan jiwa ini dibangkitkan lagi untuk menerima balasan atas perbuatannya. Pengertian dibangkitkan ini, adalah ruh/jiwa ini dipertemukan dengan tubuhnya.

” dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh).” [QS At Takwiir (81) ayat 7].

Dalam bahasa aslinya وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ artinya bukan ruh-ruh tetapi diri-diri atau jiwa-jiwa (nufus). Sang diri atau jiwa-jiwa inilah yang kemudian dipertemukan dengan tubuh atau badan phisiknya. Tetapi kalau jiwanya itu mutmainah, maka akan langsung dipanggil Allah untuk berkumpul dengan hamba-hamba-Nya yang salih dan tinggal di jannah-Nya dan tidak perlu dipertemukan dengan badan phisiknya. Jannah yang mana, ya tentunya di alam ruh atau tinggal di alam yang berdimensi yang lebih tinggi (QS Al Fajr [89] ayat 27).
Tetapi kalau jiwanya masih kotor atau menyesali diri (lauwamah), maka mereka dipertemukan lagi dengan badan phisiknya untuk kembali di dunia yang berdimensi tiga ini untuk memperbaiki jiwanya agar menjadi mutmainah. Apakah sang diri dipertemukan dengan tubuh (badan phisik) nya dulu, mungkin tidak, dan mungkin ya tetapi tidak dikenali, karena Allah berfirman :”… dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.” (QS Al Waaqia’ah (56) ayat 61). Wa llahu ‘alam bish shawab.

Rabu, 17 Juni 2009

Nabi Adam dan Hawa Telanjang ?

Tatkala saya masih belum beranjak dewasa, sering mendengar cerita tentang Nabi Adam dan Hawa. Entah dari mana sumbernya. Tuhan menciptakan Nabi Adam di sorga bersama istrinya Siti Hawa. Di dalam sorga terdapat pohon yang bernama “pohon khuldi”. Tuhan berfirman: "Hai Adam, makanlah makanan-makanannya yang banyak dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu makan buah dari pohon khuldi. Karena tergoda iblis, maka dimakanlah buah khuldi itu oleh Siti Hawa dan Nabi Adam. Setelah makan buah itu, maka terbukalah aurat mereka dan mereka telanjang. Karena malu mereka, maka disematkanlah dedaunan untuk menutup auratnya. Ketika Tuhan memanggil mereka. Nabi Adam dan Siti Hawa bersembunyi dibalik semak-semak ditaman.
Setelah saya buka Perjanjian Lama, ternyata sumbernya berasal dari cerita-cerita israiliyat dari Kitab Kejadian 3:6 – 3:10.

3:6. Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya.

3:7 Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.

3:8 Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.

3:9. Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?"

3:10 Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi."
Nah, bagaimana menurut Kitab Al Qur’an, apakah Nabi Adam dan Hawa itu terbuka auratnya alias telanjang setelah mendekati dan memakan buah pohon khuldi. Marilah kita simak ayat-ayat berikut ini.

فَأَكَلَا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ الْجَنَّةِ وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى

Faakala minha fabadat lahuma sawatuhuma watafiqa yakhsifani AAalayhima min waraqi aljannati waAAasa adamu rabbahu faghawa.

“Maka keduanya memakan dari buah pohon itu, lalu nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga, dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.”[QS Thaahaa (20) ayat 121]

فَدَلاَّهُمَا بِغُرُورٍ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءَاتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ الْجَنَّةِ وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَن تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَأَقُل لَّكُمَا إِنَّ الشَّيْطَآنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Fadallahuma bighuroorin falamma thaqa alshshajarata badat lahuma sawatuhuma watafiqa yakhsifani AAalayhima min waraqi aljannati wanadahuma rabbuhuma alam anhakuma AAan tilkuma alshshajarati waaqul lakuma inna alshshaytana lakuma AAaduwwun mubeenun

“, maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: "Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?" [ QS Al A'raf (7) ayat 22]

Kalau kita simak arti , سَوْءَاتُهُمَا = Sau ‘atuhuma diterjemahkan oleh Departemen Agama dengan aurat-auratnya. Sebenarnya menurut bahasa “ sau ‘atuhuma” berasal dari kata سَوْء artinya aib, malu, arang dimuka, noda, cemar ( Morfologi Al Qur’an dari SalafiDB 4.0 ). Sedang menurut kamus Al Munawwir سَوْءَاتُ yang artinya perbuatan jahat, keji, aurat.
Menurut bahasa, arti yang lebih mengena adalah perbuatan keji yang tampak dan yang terbuka. Bukan aurat yang tampak atau terbuka. Karena sebenarnya kata “aurat” itu mempunyai arti sendiri dalam bahasa Arab yaitu عَوْرَاتِ النِّسَاء mempunyai makna fisik “aurat wanita” sebagaimana yang dijelaskan dalam QS An Nuur (24) ayat 31 dan “tiga aurat bagi kamu” = ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ dalam QS QS An Nuur (24) ayat 58.


وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ


Waqul lilmuminati yaghdudna min absarihinna wayahfathna furoojahunna wala yubdeena zeenatahunna illa ma thahara minha walyadribna bikhumurihinna AAala juyoobihinna wala yubdeena zeenatahunna illa libuAAoolatihinna aw abaihinna aw abai buAAoolatihinna aw abnaihinna aw abnai buAAoolatihinna aw ikhwanihinna aw banee ikhwanihinna aw banee akhawatihinna aw nisaihinna aw ma malakat aymanuhunna awi alttabiAAeena ghayri olee alirbati mina alrrijali awi alttifli allatheena lam yathharoo AAala AAawrati alnnisai wala yadribna biarjulihinna liyuAAlama ma yukhfeena min zeenatihinna watooboo ila Allahi jameeAAan ayyuha almuminoona laAAallakum tuflihoona.

“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”[QS An Nuur (24) ayat 31]


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِيَسْتَأْذِنكُمُ الَّذِينَ مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ وَالَّذِينَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنكُمْ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ مِن قَبْلِ صَلَاةِ الْفَجْرِ وَحِينَ تَضَعُونَ ثِيَابَكُم مِّنَ الظَّهِيرَةِ وَمِن بَعْدِ صَلَاةِ الْعِشَاء ثَلَاثُ عَوْرَاتٍ لَّكُمْ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌ بَعْدَهُنَّ طَوَّافُونَ عَلَيْكُم بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ


Ya ayyuha allatheena amanoo liyastathinkumu allatheena malakat aymanukum waallatheena lam yablughoo alhuluma minkum thalatha marratin min qabli salati alfajri waheena tadaAAoona thiyabakum mina alththaheerati wamin baAAdi salati alAAishai thalathu AAawratin lakum laysa AAalaykum wala AAalayhim junahun baAAdahunna tawwafoona AAalaykum baAAdukum AAala baAAdin kathalika yubayyinu Allahu lakumu alayati waAllahu AAaleemun hakeemun.

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya'. (Itulah) tiga 'aurat bagi kamu . Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu . Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS An Nuur (24) ayat 58]

Setelah tampak perbuatan jahat dan kejinya, menurut ayat diatas kemudian keduanya menutup dengan daun. Pengertian ditutup dengan daun ini menggambarkan bahwa perbuatan jahat yang dilakukan keduanya bukan perbuatan dirinya tetapi alam-lah yang mendorong keduanya melakukan perbuatan itu. Alam-lah yang dikambing hitamkan telah menyebabkan perbuatan tersebut. Sekali lagi arti yang paling pas adalah tampaknya atau terbukanya perbuatan keji atau perbuatan aniaya. Jadi tidak benar kalau Nabi Adam dan Hawa itu terbuka auratnya alias telanjang .Ini sesuai dengan do’a Nabi Adam setelah perbuatan keji atau aniaya tersebut terbuka, maka mohon ampun kepada Tuhan. Do’anya adalah sebagai berikut :

قَالاَ رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Qala rabbana thalamna anfusana wain lam taghfir lana watarhamna lanakoonanna mina alkhasireena.

“Keduanya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi.” [QS l A’raf (7) ayat 23].

Wa llahu ‘alam bish shawab.

Selasa, 16 Juni 2009

Tanda-Tanda, Akal dan Manusia

Manusia tanpa akal itu bagaikan seonggok energi yang bergetar. Dengan akal, manusia dapat mempelajari dan mengerti tentang tanda-tanda yang diberikan Tuhan. Tanda-tanda itu merupakan bukti, realitas, pelajaran bagi manusia. Dengan tanda-tanda itu manusia didorong untuk mempelajari lebih dalam tentang manusia dan alam semesta. Bahkan saking pentingnya akal bagi manusia, Tuhan memurkai manusia yang tidak mempergunakan akalnya.

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَن تُؤْمِنَ إِلاَّ بِإِذْنِ اللّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لاَ يَعْقِلُونَ

Wama kana linafsin an tumina illa biithni Allahi wayajAAalu alrrijsa AAala allatheena la yaAAqiloona.

Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. [QS Yunus (10) ayat 100].

Hebatnya, manusia yang menggunakan akal dapat mengambil pelajaran tentang ayat-ayat mutasyaabihaat. Ayat mutasyaabihaat ini menyangkut ayat-ayat yang berkaitan dengan yang ghaib antara lain tentang surga, neraka, hari kiamat (kebangiktan), hari akhir dan lain-lain. Yang disebut dengan “orang-orang berakal” itu dalam al Qur’an disebut dengan “uuluul ‘albab”. Menurut bahasa mempunyai arti “mereka yang dapat menjelaskan atau mengintepretasikan sesuatu dengan intellect atau akal”. Dengan akalnya Uuluul ‘Albab ini dapat menjelaskan dan mengintepretasikan ayat mutasyaabihaat yang termasuk didalamnya tentang surga, neraka, hari kebangkitan, hari akhir dan lain-lain itu.

هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ

Huwa allathee anzala AAalayka alkitaba minhu ayatun muhkamatun hunna ommu alkitabi waokharu mutashabihatun faamma allatheena fee quloobihim zayghun fayattabiAAoona ma tashabaha minhu ibtighaa alfitnati waibtighaa taweelihi wama yaAAlamu taweelahu illa Allahu waalrrasikhoona fee alAAilmi yaqooloona amanna bihi kullun min AAindi rabbina wama yaththakkaru illa oloo alalbabi.

“Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mu- tasyaabihaat. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.” [QS Ali Imran (3) ayat 7]

Manusia mengerti tanda-tanda tentang penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan siang karena akal.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِّأُوْلِي الألْبَابِ

Inna fee khalqi alssamawati waalardi waikhtilafi allayli waalnnahari laayatin liolee alalbabi.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal”, [QS Ali Imran (3) ayat 190]

Manusia mengetahui tanda-tanda mengapa matahari bersinar dan bulan bercahaya serta tempat beredarnya bulan karena pengetahuan manusia dengan menggunakan akalnya.

هُوَ الَّذِي جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَاء وَالْقَمَرَ نُورًا وَقَدَّرَهُ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُواْ عَدَدَ السِّنِينَ وَالْحِسَابَ مَا خَلَقَ اللّهُ ذَلِكَ إِلاَّ بِالْحَقِّ يُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Huwa allathee jaAAala alshshamsa diyaan waalqamara nooran waqaddarahu manazila litaAAlamoo AAadada alssineena waalhisaba ma khalaqa Allahu thalika illa bialhaqqi yufassilu alayati liqawmin yaAAlamoona.

“Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak . Dia menjelaskan tanda-tanda kepada orang-orang yang mengetahui” [QS Yunus (10) ayat 5]

Manusia dapat menggunakan akalnya untuk memikirkan mengapa bahtera itu dapat berlayar di laut ? Mengapa air bisa turun dari langit ? Mengapa segala jenis hewan itu dapat tersebar dipenjuru bumi? Mengapa bisa terjadi pusaran angin dan awan diantara langit dan bumi ? Semuanya itu bisa diketahui bila manusia mau berfikir lebih dalam dengan menggunakan akalnya.

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنزَلَ اللّهُ مِنَ السَّمَاء مِن مَّاء فَأَحْيَا بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَآبَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخِّرِ بَيْنَ السَّمَاء وَالأَرْضِ لآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

Inna fee khalqi alssamawati waalardi waikhtilafi allayli waalnnahari waalfulki allatee tajree fee albahri bima yanfaAAu alnnasa wama anzala Allahu mina alssamai min main faahya bihi alarda baAAda mawtiha wabaththa feeha min kulli dabbatin watasreefi alrriyahi waalssahabi almusakhkhari bayna alssamai waalardi laayatin liqawmin yaAAqiloona.

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” [QS Al Baqarah (2) ayat 164]

Manusia yang memperhatikan tanda-tanda sehingga mereka mempunyai keinginan untuk mengerti dan mempelajari, maka mereka pasti akan mengetahui dan mengerti mengapa bisa terjadi bagian kota terbalik kebawah dan hujan batu dari tanah yang keras.

فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِّن سِجِّيلٍ
إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِّلْمُتَوَسِّمِينَ


FajaAAalna AAaliyaha safilaha waamtarna AAalayhim hijaratan min sijjeelin.Inna fee thalika laayatin lilmutawassimeena.

“Maka Kami jadikan bahagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda.” [QS Al Hijr (15) ayat 74-75]

Bagi manusia yang mau berfikir dengan menggunakan akalnya, tentunya akan mengerti mengapa Tuhan menciptakan pasangan-pasangan dari jenis (species) manusia itu sendiri kok tidak species hewan dan mengapa diantara manusia yang berlainan jenis ( wanita dan pria) timbul rasa kasih saying diantara mereka.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Wamin ayatihi an khalaqa lakum min anfusikum azwajan litaskunoo ilayha wajaAAala baynakum mawaddatan warahmatan inna fee thalika laayatin liqawmin yatafakkaroona

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” [QS Ar Ruum (30) ayat 21]


Demikian juga manusia terdorong untuk mengetahui melalui akal mengapa bisa terjadi perbedaan bahasa dan warna kulit diantara manusia.

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِّلْعَالِمِينَ

Wamin ayatihi khalqu alssamawati waalardi waikhtilafu alsinatikum waalwanikum inna fee thalika laayatin lilAAalimeena

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. [QS Ar Ruum (30) ayat 22]


Dan banyak lagi tanda-tanda yang diberikan oleh Tuhan untuk dikaji dan dipelajari sehingga pengetahuan yang diperoleh itu bermanfaat bagi seluruh umat manusia.
Wa llahu ‘alam bish shawab.

Rabu, 13 Mei 2009

Mungkinkah Menemukan Partikel Tuhan ?

Dahulu orang menganggap elemen yang paling dasar yang membentuk atau bumi kita ini adalah Udara, Api, Air dan Tanah. Nenek moyang kita percaya bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini atau alam semesta ini disusun dari 4 elemen dasar terebut. Dalam perkembangannya ternyata partikel paling kecil adalah Atom. Sampai tahun 1900, manusia percaya bahwa Atom adalah partikel paling kecil. Mereka menganggap bahwa Atom inilah yang menyusun segala sesuatu di dunia ini. Ilmu pengetahuan terus berkembang dan kemudian ternyata setelah dilakukan eksperimen bahwa Atom itu masih mempunyai partikel yang lebih kecil yang disebut inti Atom, yang terdiri dari partikel Proton dan Neutron. Manusia kemudian mempercayai bahwa partikel yang paling kecil atau yang paling dasar yang menyusun materi adalah Proton dan Neutron. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan ternyata Proton dan Neutron ini masih dapat dipecah lagi masing-masing menjadi yang disebut dengan Quark.
Menurut teori Model Standar, dunia atau alam semesta ini tersusun dari kuark dan lepton. Ada enam macam kuark, yaitu kuark up (disingkat u), down (d), strange (s), charm ©, beauty (b) dan top (t). Ada juga enam macam lepton, yaitu elektron (e), muon (μ), tau (τ), neutrino-elektron (νe), neutrino-muon (νμ) dan neutrino-tau (ντ). Masing-masing lepton dan kuark memiliki antipartikel yang memiliki massa yang sama dengan partikelnya, tetapi memiliki muatan listrik yang berlawanan.
Keduabelas partikel ini mempunyai massa yang berbeda. Umumnya partikel-partikel ini dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (tiga generasi). Generasi pertama merupakan kelompok partikel yang memiliki massa yang paling ringan. Generasi pertama ini terdiri dari kuark u, kuark d, neutrino-elektron, dan elektron. Partikel-partikel generasi kedua memiliki massa lebih besar dari generasi pertama. Generasi ini meliputi dari kuark c, kuark s, neutrino-muon, dan muon. Generasi ketiga merupakan kelompok yang memiliki massa yang paling besar. Partikel-partikel yang termasuk generasi ketiga adalah kuark t, kuark b, neutrinotau, dan tau.( http://www.yohanessurya.com )

Lalu? Apa perlunya itu semua penemuan-penemuan partikel yang sangat-sangat kecil itu? Yang pasti karena memang belum ditemukan keberadaannya, tetapi upaya tersebut merupakan upaya yang penting dalam menjelaskan fenomena yang sangat fundamental, yang menjelaskan bagaimana partike-partikel berinteraksi secara fundamental di alam. Apakah mereka ingin menemukan partikel Tuhan yang menciptakan alam semesta ini ?. Apakah mereka tidak percaya bahwa penyebab tersusunnya alam semesta ini adalah Tuhan. Lalu, apakah partikel yang paling mendasar itu atau yang paling terkecil itu adalah Tuhan? Walaupun suatu saat nanti ditemukan partikel yang paling mendasar yang menyebabkan terciptanya alam semesta tetapi yang pasti partikel itu bukan Tuhan.

Nah, untuk menjelaskan partikel itu adalah bukan Tuhan, sekarang marilah disimak kembali tentang makna surat Ikhlas dalam terjemahan dan penafsiran yang lain.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Mungkin terjemahan diatas perlu dilakukan re-intepretasi arti “Esa”. Esa berasal dari bahasa Pali (bahasa yang dipakai kitab-kitab Buddhisme) yang mempunyai arti “Nirbana” atau “tiada” (Badhe Dammasubho, Goenawan Mohamad). Lebih pas kalau diterjemahkan Tunggal, karena tunggal itu secara matematis tidak dapat dibagi atau dipecah-pecah. Ia adalah satu-satunya, tiada yang lain. Sehingga terjemahannya menjadi “ Katakanlah: “ Dia-lah Allah , Yang Maha Tunggal.

اللَّهُ الصَّمَدُ
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Dari sudut bahasa, ash shomadu mempunyai arti 1) Tumpuan harapan dan 2) Sesuatu yang sangat padat, sehingga bagaikan batu yang tidak berongga (M Quraish Shihab). Arti yang pertama, sudah umum diterjemahkan bahwa Allah itu merupakan tumpuan harapan seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini . Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini semua bergantung kepada Allah. Arti yang kedua inilah yang berhubungan dengan konteks artikel ini. Bahwa digambarkan oleh ayat ini bahwa Allah itu adalah sesuatu yang sangat padat, sehingga bagaikan batu yang tidak berpori-pori, sesuatu yang tidak ada lubangnya sehingga tidak ada yang masuk kedalam sesuatu itu. Ini menggambarkan bahwa Tuhan itu tidak makan dan minum. Sesuatu yang sangat padat bagaikan batu yang tidak berpori-pori ini juga dapat menggambarkan bahwa sesuatu itu yang sangat kecil (element yang mendasar), lembut dan halus sehingga tidak ada sedikitpun rongga atau pori-pori. Ini merupakan gambaran Allah itu yang maha halus sebagaimana yang disebut dalam nama Tuhan Maha Halus ( Al Latif).

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

Dalam kontek partikel Tuhan, maka ayat ini menggambarkan bahwa sesuatu yang sangat kecil (yang merupakan element yang paling mendasar dalam penyusunan alam semesta ini), yang halus dan lembut ini tidak dapat dibelah atau dipecah lagi maupun membelah. “Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan” dalam kontek partikel ini. Partikel yang kecil, sangat halus dan lembut ini tidak dapat membelah dan tidak dapat dibelah atau dipecah lagi. Ilmu pengetahuan mungkin dapat menemukan pertikel yang paling kecil dan mendasar di masa yang akan datang, yang merupakan partikel yang menyusun alam semesta ini. Tetapi Tuhan sudah membatasi dalam ayat berikutnya bahwa partikel yang sangat kecil itu bukan Tuhan. Apa yang yang disampaikan Allah dalam firman-Nya ?

وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

Jadi, walaupun para ilmuwan menemukan partikel yang paling mendasar dalam pembentukan alam semesta ini. Tuhan berfirman bahwa partikel tersebut tidak setara dengan Dia Allah yang maha besar. Dalam ayat lain QS Asy Syuura (42) ayat 11 dikatakan bahwa لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ.Laisa kamislihi syaiun yang berarti tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.
Jadi, apapun yang ditemukan oleh para ilmuwan tentunya tidak ada seorangpun atau sesuatu pun yang setara dan serupa dengan Allah. Dan Allah-lah yang menciptakan partikel itu.

Wa llahu ‘alam bishshawab.

Senin, 11 Mei 2009

Déjà vu

Kita mungkin pernah mengalami ketika memasuki daerah atau kota yang belum pernah dikunjungi tetapi kita merasa pernah melihat situasi dan kondisi daerah atau kota itu sebelumnya. Pengalaman ini selalu disertai dengan perasaan yang tidak nyata. Artinya pernah melihat sebelumnya tetapi dimana ? Atau kapan ? Fenomena ini disebut dengan Déjà vu. Sebuah frasa perancis yang secara harfiah mempunyai arti “pernah lihat”. Maksudnya mengalami suatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Sampai saat ini memang belum ditemukan apa gerangan penyebab déjà vu.
Namun beberapa pendekatan teoritis sudah pernah dilakukan. Sigmund Freud, ahli psikoanalisis itu sempat mengamati ihwal kondisi aneh ini. Menurut Freud, déjà vu trjadi ketika seseorang secara spontan teringat kembali pada sebuah fantasi yang muncul tanpa disadari. Karena hal ini tak disadari, maka kandungan fantasinya tidak bisa dicermati lebih lanjut. Ia hanya bisa teringat sepintas bahwa peristiwa yang terjadi detik itu sempat terlintas dibenaknya entah kapan (Sinar Harapan).
Ilmu memang belum bisa menjelaskan keanehan fenomena déjà vu, sehingga melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan penyebab déjà vu. Salah satu teorinya adalah teori yang diusung oleh Harun Yahya yang mengatakan bahwa peristiwa déjà vu ini merupakan pembenaran terhadap takdir. Segala sesuatu yang akan terjadi merupakan sesuatu yang sudah ditakdirkan dan itu sudah terekam dalam rekaman otak kita. Sehingga pada saat kita menghadapi suatu peristiwa tertentu sebetulnya alam bawa sadar kita sudah mengenalnya (karena peristiwa itu sudah terekam dalam otak kita) dan pada tingkat kesadaran penuh kita merasa bahwa kita pernah mengalami sebelumnya terhadap peristiwa yang baru kita hadapi terebut (http://habahate.blogspot.com).Teori ini didukung oleh Agus Mustofa dalam bukunya “Membongkar Tiga Rahasia”. Dia mengatakan bahwa semua peristiwa itu sebenarnya sudah ada dan tersimpan di dalam Kitab Induk alam semesta yang dikenal sebagai lauh Mahfuzh.
Sejak dahulu kala sampai sekarang, takdir tetap menjadi bahan perdebatan yang tiada habisnya. Segala sesuatu yang akan terjadi misalnya, orang pada umur 30 tahun akan melakukan korupsi di suatu kantor tertentu, merupakan sesuatu kejadian yang sudah ditakdirkan. Kalau sudah ditentukan atau ditakdirkan sebelumnya, orang yang melakukan kejadian itu tidak perlu mempertanggung jawabkan kepada Tuhan. Faham ini banyak di anut oleh kaum fatalis. Tetapi kalau pengertian takdir itu dipersepsikan sebagai formula-formula atau rumusan-rumusan dan kumpulan-kumpulan formula tersebut Grand Formula, itu baru masuk akal. Tidak akan terjadi air kalau tidak ada unsur Hidrogen dan Oksigen. Inilah formula atau takdir. Orang boleh memilih formula untuk menjadi koruptor atau menjadi orang baik. Orang boleh memilih menjadi kaya atau miskin. Ingin menjadi sehat atau sakit. Orang dapat berhasil menentukan pilihannya kalau tidak ada faktor-faktor yang mempengaruhi pilihannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi itu berjumlah tak terhingga. Manusia hanya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ini masih sangat sedikit.
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (ditulis) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi maha Bijaksana [QS Luqman (31) ayat 27]
Ini menunjukkan bahwa grand formula atau ilmu Allah itu sangat luas dan ilmu manusia hanya sedikit.
Demikian juga orang boleh saja memilih ingin menjadi orang yang beriman atau kafir, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah bahwa "…..Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir………"[QS Al Kahfi (18) ayat 29].
Kalau orang itu memilih kafir, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang kafir itu, karena Allah sudah mengilhamkan kepada manusia jalan kefasikan dan ketaqwaan [QS Asy Syams (91) ayat 7-8]
Teori-teori tentang déjà vu itu memang sulit untuk diuji kebenarannya. Apa yang disampaikan oleh Harun Yahya dan Agus Mustofa juga masih merupakan teori yang sulit diuji karena bagaimana caranya mengetahui rekaman peristiwa yang dimasukkan dalam otak kita? Bagaimana pula memunculkan rekaman yang sudah ada dalam otak kita tentang kejadian masa depan ? Demikian juga ada teori yang berpendapat bahwa déjà vu itu merupakan peristiwa yang pernah dilihat sebelumnya pada saat kehidupan sebelum dibangkitkan kembali (baca : Mengapa Orang Terlahir Cacat atau Melarat dan kategori : Kebangkitan). Para ahli hipnotis dapat mengetahui apa yang yang telah dilakukan seseorang di masa lampau dengan hipnotis. Inilah yang membuktikan bahwa bahwa peristiwa-peristiwa yang dialami di masa lampau sekali waktu juga muncul dalam otak kita , sehingga peristiwa yang dilihat sekarang itu ternyata sama dengan peristiwa yang dialami masa lampau, bahkan peristiwa yang jauh sebelum dilahirkan (Ian Stevenson, M.D., seorang profesor peneliti dari University of Virginia ; http://erabaru.or.id ) . Kenapa fenomena ini bisa terjadi karena peristiwa yang dialami di masa lampau itu juga di catat dalam Kitab Induk yang disebut dengan Lauh mahfuzh dan terekam dalam sang diri.
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).[QS Yaasiin (36) ayat 12]

Wa llahu ‘alam bish shawab.

Selasa, 24 Maret 2009

Mungkinkah Manusia Menjadi Batu atau Besi ?

Sewaktu kecil saya pernah belajar tentang animisme. Animisme adalah kepercayaan bahwa benda-benda seperti batu besar di gunung-gunung dan besi seperti keris mempunyai roh. Sehingga benda-benda tersebut disembah oleh bangsa-bangsa primitive. Menurut pendapat mereka, roh manusia yang telah mati pindah ke batu-batu di gunung-gunung, pohon-pohon dan besi-besi. Mereka meminta pertolongan kepada roh-roh yang ada pada benda-benda tersebut. Nah, perbuatan menyembah kepada roh yang ada pada batu dan besi ini adalah perbuatan syirik. Orang yang melakukan perbuatan tersebut adalah Musryrik. Bagi orang Islam dilarang menyembah roh-roh yang ada pada batu dan besi. Muslim tidak boleh menyembah selain Allah, sebagaimana firman Allah sebagai berikut :

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” [QS Fush Shilat (41) ayat 37]

Saya tak hendak membahas tentang penyembahan kepada benda-benda yang menurut faham animisme mempunyai roh, tetapi saya ingin membahas mungkinkan manusia dapat berubah menjadi batu maupun besi ? Manusia-manusia macam apa yang akan dijadikan besi dan batu ? Ternyata firman Allah dalam Al qur’an mengindikasikan adanya manusia yang dijadikan besi dan batu.


قُل كُونُواْ حِجَارَةً أَوْ حَدِيدًا


“Qul koonoo hijaratan aw hadeedan”
“Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi,” [QS Al Israa’ (17) ayat 50]

Kalau Tuhan berfirman “Jadilah”, maka pasti terjadi. Tuhan tidak mungkin mengingkari apa yang telah difirmankan. Tuhan tidak akan mengingkari janjinya. Jadi apa yang dikatakan oleh Tuhan pasti akan menjadi batu atau besi. Pengertian “Jadilah” itu bukan melalui kejadian yang seketika atau tak bertempo tetapi melalui sesuatu proses yang bertempo. Proses kejadian itu bukan dari manusia hidup kemudian “Kun” dan berupa jadi batu atau besi. Kalau kejadian ini hanyalah merupakan legenda. Tetapi proses kejadian itu setelah manusia meninggal, kemudian rohnya menuju ke alam barzakh dan kemudian dibangkitkan tidak menjadi manusia lagi tetapi dijadikan batu atau besi. Dijadikan batu atau besi itu dimana ? Ya, di bumi. Dimana lagi ?
Perhatikan ayat berikut ini,

Karena itu janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-raaul-Nya; sesungguhnya Allah Maha Perkasa, lagi mempunyai pembalasan. (Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan meraka semuanya berkumpul menghadap ke hadirat Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa.”[QS Ibrahim (14) ayat 47 dan 48].

Dari ayat tersebut diatas, bahwa hari pembalasan itu dapat terjadi pada hari ketika bumi dan langit DIGANTI dengan bumi dan langit yang lain. Dalam bahasa Arab “ al ard = bumi“ diganti dengan “ ghayra al ard =bumi lain”. Artinya bumi (al ard) diganti bumi (al ard). Bumi yang sekarang hancur diganti dengan bumi seperti bumi yang sebelumnya ( al ard).
Manusia macam apa yang dijadikan batu atau besi ? Mereka yang tidak percaya bahwa mereka setelah tulang belulangnya hancur, akan dibangkitkan lagi. Coba simak ayat 49-52 Surat Al Israa’ berikut ini.

Dan mereka berkata: "Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?"
Katakanlah: "Jadilah kamu sekalian batu atau besi,
atau suatu makhluk dari makhluk yang tidak mungkin menurut pikiranmu". Maka mereka akan bertanya: "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah: "Yang telah menciptakan kamu pada kali yang pertama". Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepala mereka kepadamu dan berkata: "Kapan itu ?" Katakanlah: "Mudah-mudahan waktu berbangkit itu dekat",
yaitu pada hari Dia memanggil kamu, lalu kamu mematuhi-Nya sambil memuji-Nya dan kamu mengira, bahwa kamu tidak berdiam kecuali sebentar saja.
” [QS Al Israa’ (17) ayat 49-52]

Jadi, ternyata diantara batu atau besi itu mempunyai roh. Roh itu berasal dari roh-roh orang yang tidak percaya tentang hari kebangkitan, yang kemudian dibangkitkan menjadi batu atau besi atau makhluk dari makhluk yang tidak mungkin menurut pikiran manusia. Seperti yang dipikirkan oleh bangsa-bangsa primitive dahulu bahwa ternyata benar bahwa batu atau besi itu ada rohnya manusia yang telah meninggal. Bedanya pemikiran bangsa-bangsa primitive dahulu bahwa roh orang yang meninggal itu hinggap atau pindah ke batu, besi atau pohon-pohon, tidak melalui proses kebangkitan.
Wa llahu ‘alam bish shawab.

Selasa, 10 Februari 2009

Mengapa orang terlahir cacat atau melarat ?

Saya mempunyai seorang teman yang kafir gara-gara mempertanyakan mengapa orang terlahir cacat atau melarat. Banyak orang yang kafir alias tidak percaya Tuhan dikarenakan Tuhan itu tidak adil. Orang pintar mengatakan bahwa orang-orang yang melarat itu mempunyai kecenderungan menjadi komunis atau atheis. Tidak tahu dari mana saya harus mulai menjawab pertanyaan diatas. Kalau dijawab dengan gampang bahwa itu adalah takdir Tuhan, teman saya tetap saja mengatakan jawaban itu menunjukkan Tuhan itu tidak adil. Sebelum menjawab pertanyaan mengapa orang terlahir cacat atau melarat, kita harus memahami prinsip-prinsip sebagai patokan berfikir dalam membahas pertanyaan diatas.
1. Tuhan itu tidak berbuat zhalim
• Sesungguhnya Allah tidak berbuat zalim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat zalim kepada diri mereka sendiri. [QS Yunus (10) ayat 44]
2. Tuhan itu Maha Adil
• Bukankah Allah Hakim yang seadil-adilnya? [QS At Tiin (95) ayat 8]
• Dan Allah menghukum dengan keadilan. Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tiada dapat menghukum dengan sesuatu apapun. Sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [ QS Al Mu’min (40) ayat 20]
• Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [QS Ali Imran (3) ayat 18]
3. Orang itu memperoleh balasan atas hasil usahanya
• Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. [QS An Nisaa’ (4) ayat 32]
• Mereka itulah orang-orang yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. [QS Al Baqarah (2) ayat 202]
• …… It gets every good that it earns, and it suffers every ill that it earns…..Terjemahan dari Yusuf Ali. (…Ia memperoleh setiap kebaikan dari apa yang ia usahakan dan ia menderita setiap keburukan dari apa yang ia usahakan….[QS Al Baqarah (2) ayat 286]
4. Orang yang berbuat jahat akan dibalas sesuai dengan kejahatannya. Orang yang berbuat baik akan dibalas lebih banyak dari perbuatan baiknya.
• Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik . [QS An Najm (53) ayat 31]
• Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu. Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab. [QS Al Mu’min (40) ayat 40]
• Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). [QS Al An’aam (6) ayat 160]
5. Tiupan sangkakala pertama menyebabkan orang mati dan tiupan kedua menyebabkan orang dihidupkan kembali atau dibangkitkan.
• Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing) [QS Az-Zumar (39) ayat 68]
6. Pada saat seseorang yang mati pun ditiupkan sangkakala
• Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari daripadanya. Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman. [QS Qaf (50) ayat 19-20]
7. Tiupan kedua tidak menunggu terlalu lama setelah tiupan pertama.
• Pada hari ketika tiupan pertama sangat menggemparkan (violent commotion), tiupan pertama itu diiringi oleh tiupan kedua. [QS An Naazi´aat (79) ayat 6-7]
8. Dibangkitkan untuk mendengar apa yang telah diperbuatnya dan menunggu pembalasan
• Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu. [QS Al Mujaadilah (58) ayat 6]
• Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). [QS Yaasiin (36) ayat 12]
• Segungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. [QS Thaahaa (20) ayat 15]
9. Orang itu di hidupkan kembali atau di bangkitkan di bumi
• Sesungguhnya pengembalian itu hanyalah satu kali tiupan saja, maka dengan serta merta mereka hidup kembali di permukaan bumi. [QS An Naazi´aat (79) ayat 13-14]
• Allah berfirman: "Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu (pula) kamu akan dibangkitkan. [QS Al A’raaf (7) ayat 25]

Nah, kalau sudah memahami prinsip-prinsip diatas, maka dapat dijelaskan bahwa apabila terjadi orang meninggal, pada saat yang bersamaan itulah sangkakala ditiupkan [QS Qaf (50) ayat 19-20] dan seiring dengan sangkakala pertama, ditiupkanlah sangkakala yang kedua [QS An Naazi’aat (79) ayat 6-7]. Pada saat orang meninggal, pastilah timbul kegemparan. Kegemparan ini tentunya berasal dari sanak-saudara dan tetangganya. Sangkakala kedua tidak perlu menunggu lama dan tidak perlu menunggu kehancuran bumi. Pada saat di tiupkan sangkakala kedua itulah manusia dibangkitkan [QS Az-Zumar (39) ayat 68]. Kebangkitan ini seseorang inipun juga tidak menunggu kehancuran bumi, karena tiupan sangkakala pertama diiringi tiupan sangkakala kedua. Sebelum dibangkitkan mereka menunggu pembalasan sesuai dengan perbuatan yang telah dilakukan di kehidupan sebelumnya. [QS Al Mujaadilah (58) ayat 6 ; QS Yaasiin (36) ayat 12 ; QS Thaahaa (20) ayat 15]. Orang yang berbuat jahat akan dibalas sesuai dengan kejahatannya. Orang yang berbuat baik akan dibalas lebih banyak dari perbuatan baiknya. [QS An Najm (53) ayat 31 ; QS Al Mu’min (40) ayat 40 ; QS Al An’aam (6) ayat 160]. Nah, sekarang orang yang meninggal itu kemudian dibangkitkan dimana ? Ia hidup di bumi dan di bumi ia mati dan di bumi pula ia dibangkitkan [QS An Naazi´aat (79) ayat 13-14 ; QS Al A’raaf (7) ayat 25]. Bagaimana keadaan orang yang dibangkitkan di bumi ini ? Apakah ia dibangkitkan atau diciptakan kembali atau dilahirkan kembali itu serupa dengan dirinya sebelum meninggal ? Coba perhatikan ayat berikut ini.

“Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan, untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (dalam dunia) dan menciptakan kamu kembali (kelak) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.” [QS Al Waaqi’ah (56) ayat 60-61]

Atau dalam bahasa Inggris yang ditrjemahkan oleh Yusuf Ali,
“We have decreed death to you all, and We are not unable, To transfigure you and create you in (forms) that you know not.

Ternyata ia dilahirkan kembali atau diciptakan kembali dalam keadaan tidak dikenal oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Dengan demikian manusia itu diciptakan lagi atau dilahirkan kembali (dibangkitkan) dengan rupa (bentuk roman) yang tidak sama dengan sebelumnya. Jadi tidak dibangkitkan atau dilahirkan kembali dengan bentuk tubuh sebelumnya atau yang lama. Dan bagaimana kalau di kehidupan sebelumnya ia banyak melakukan perbuat buruk dan jahat, maka ia seperti yang digambarkan Allah dalam al Qur’an sebagai berikut.

“The Fire will burn their faces, and they will therein grin, with their lips displaced.”
Artinya, Nâr (di bumi) akan membakar wajah mereka dan mereka menyeringai dengan bibir yang cacat. [QS Al Mu’minuun (23) ayat 104]. Terjemahan Departemen Agama adalah sebagai berikut “ Muka mereka dibakar api neraka, dan mereka di dalam neraka itu dalam keadaan cacat “.
Disamping ada orang yang dibangkitkan atau dilahirkan kembali atau dibangkitkan dalam keadaan cacat, juga dibangkitkan dalam keadaan melarat, kesusahan yang digambarkan dalam al Qur’an seperti orang yang tunduk terhina sedang bekerja keras lagi kepayahan. Makannya terasa duri, minumnya panas tidak segar dan saking makanan itu tidak sehat sehingga di gambarkan bahwa makanan itu tidak menggemuk dan tidak menghilangkan lapar sebagaimana yang digambarkan dalam surat al Ghaasyiya.
Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan? Banyak muka pada hari itu tunduk terhina, bekerja keras lagi kepayahan, memasuki api yang sangat panas, diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas. Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri, yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. [ QS Al Ghaasyiya (88) ayat 1-7]
Dengan demikian kesimpulan yang dapat diambil bahwa mengapa orang dilahirkan cacat dan atau melarat ? Ya, ..karena perbuatan yang dilakukan di kehidupan sebelumnya. Tuhan itu Maha Adil [QS At Tiin (95) ayat 8 ; QS Al Mu’min (40) ayat 20 ; QS Ali Imran (3) ayat 18]. Tidak mungkinlah Tuhan berbuat aniaya terhadap hambanya [QS Yunus (10) ayat 44].

Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab.

Minggu, 08 Februari 2009

Mungkinkah Orang Yahudi, Nasrani Dan Shabiin Dapat Pahala dari Allah ? (2)

Banyak orang yang berpendapat bahwa agama yang diturunkan oleh Allah sejak jaman Nabi Adam adalah Islam. Ada pula yang mengatakan bahwa agama yang dibawa sejak Nabi Ibrahim adalah Islam, agama yang lurus dan Nabi Ibrahim tidak termasuk orang yang musrik.

Katakanlah: "Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang musyrik."
Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)." [QS Al An’aam (6) ayat 161-163]

Kata muslimin dalam ayat 163 diatas ternyata tidak diterjemahkan “orang Islam” tetapi diterjemahkan “orang yang menyerahkan diri kepada Allah”. Sangat setuju banget kalau pengertian Islam di dalam ayat diatas mempunyai pengertian patuh, tunduk atau berserah diri kepada Tuhan sesuai dengan syariat yang diajarkan oleh Nabinya masing-masing. Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad juga mengajarkan kepatuhan dan penyerahan total kepada Tuhan. Jadi pengertian bahwa agama-agama yang disebut Islam, yang diturunkan sejak Nabi Adam adalah agama yang mengajarkan patuh, berserah diri kepada Tuhan.
Pengertian Islam tersebut diatas sesuai dengan pengertian bahasa bahwa Islam itu berasal dari kata “ salima – yuslimu- istislam “ yang artinya tunduk atau patuh. Yaslamu- salaam yang berarti selamat, sejahtera atau damai. Menurut bahasa Arab dari Ust. Aus Hidayat bahwa pecahan kata Islam mengandung pengertian : islamul wajh (ikhlas menyerahkan diri kepada Allah), istislama (tunduk secara total kepada Allah), salaamah atau saliim (suci dan bersih), salaam ( selamat sejahter) dan silm ( tenang dan damai).

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. [QS Ali Imran (3) ayat 19]


Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak- lah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [QS Ali Imran (3) ayat 85]

Jadi pengertian Islam dalam ayat diatas adalah bahwa agama yang di ridhai di sisi Tuhan adalah agama Islam yang mempunyai pengertian agama yang mengajarkan berserah diri kepada Tuhan. Agama yang mengajarkan patuh, tunduk dan berserah diri kepada Tuhan itu adalah agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan agama-agama langit sebelum agama Islam, yang diajarkan oleh para Nabinya masing-masing.
Dengan demikian ayat 19 dan 85 Surat Ali Imran tersebut diatas tidak bertentangan dengan ayat dibawah ini.

Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh , mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [QS Al Baqarah (2) ayat 62]

Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja [431] (diantara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [QS Al Maidah (5) ayat 69].

Tidak bertentangan karena agama Yahudi, Nasrani dan Shabiin juga mengajarkan kepatuhan, ketundukan dan penyerahan diri kepada Tuhan sebagaimana yang ditunjukkan dalam ayat-ayat diatas, termasuk juga agama Islam. Bagi orang Islam beriman kepada kitab-kitab sebelum Al Qur’an merupakan rukum iman yang harus dipercayai. Mereka ( orang Mukmin, Yahudi, Nasrani dan Shabiin) juga beriman kepada Tuhan sesuai dengan syariat yang diajarkan oleh Nabinya, beriman kepada hari kemudian dan beramal saleh. Cuma persoalannya sekarang apakah mereka benar-benar patuh, tunduk dan berserah diri secara total kepada Tuhan ? Nah, kalau ada orang Mukmin, Yahudi, Nasrani dan Shabiin yang masih mempersekutukan Tuhan, tidak percaya kepada hari kemudian dan tidak berbuat baik, maka mereka tidak termasuk orang Islam yang berarti tunduk, patuh dan berserah diri kepada Tuhan. Dan pada akhirnya mereka tidak akan mendapatkan pahala dari Allah Tuhan seru sekalian alam.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab.

Rabu, 04 Februari 2009

Mungkinkah Orang Yahudi, Nasrani Dan Shabiin Dapat Pahala dari Allah ? (1)

Mungkin sudah banyak yang tahu siapakah orang-orang Yahudi dan Nasrani itu ? Ya, tentu saja orang-orang yang beragama Yahudi atau orang yang beragama Nasrani. Tetapi orang-orang Shabiin mungkin ada yang belum tahu, oleh karenanya perlu kiranya menjelaskan terlebih dulu tentang siapa orang-orang Shabiin itu ? Menurut terjemahan Al Qur’an Departemen Agama, shabiin itu ialah orang-orang yang mengikuti syari'at Nabi-nabi zaman dahulu atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa. Nabi-nabi zaman dulu itu artinya Nabi-nabi sebelum Nabi agama Yahudi dan Nasrani. Orang-orang Yahudi juga melaksanakan syariat yang di ajarkan oleh Nabi Musa. Demikian pula orang-orang Nasrani juga melaksanakan syariat yang diajarkan oleh Nabi Isa. Nah, sekarang kembali kepada pertanyaan diatas “Mungkinkah orang Yahudi, Nasrani dan Shabiin dapat pahala dari Allah ?” Ya.. mungkin saja kenapa tidak ! Perhatikanlah QS Al Baqarah (2) ayat 62 dan Al Maidah (5) ayat 69.

Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah , hari kemudian dan beramal saleh , mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [QS Al Baqarah (2) ayat 62]

Sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja [431] (diantara mereka) yang beriman kepada Allah dan hari Akhir dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [QS Al Maidah (5) ayat 69].

Dari ayat-ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir dan beramal saleh (berbuat baik), maka pasti mereka mendapatkan pahala dari Allah dan mereka tidak ada kekhawatiran dan kesedihan. Mungkin ada yang bertanya apakah mereka itu benar-benar beriman kepada Allah ? Allah itu adalah Tuhan yang maha esa. Allah itu adalah Tuhan dalam bahasa Arab. Dalam Al Qur’an juga disebutkan bahwa banyak disebut nama Allah di dalam biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid sebagaimana dalam ayat 40 Surat Al Hajj (22).

"……… Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah………” [QS Al Hajj (22) ayat 40]

Apakah orang-orang Nasrani dan Yahudi di dalam ayat diatas menyebut nama Allah. Tidak, kecuali mungkin mereka yang berbahasa Arab. Orang Nasrani dan Yahudi menyebut Allah dalam bahasanya sendiri. Allah dalam bahasa lain mungkin berbeda. Seperti orang Yahudi menyebut Tuhan dalam bahasa mereka adalah Yahwe. Sedang orang Nasrani menyebut Tuhan dalam bahasa mereka pada waktu itu adalah Eli seperti Nabi Isa menyebut dalam kalimat yang terkenal “ Eli..Eli lama sabatani” yang artinya Tuhan.. Tuhan, jangan tinggalkan aku. Selama orang Yahudi dan Nasrani beriman kepada Tuhan yang maha esa atau Tuhan yang maha tunggal dan melaksanakan syariat yang diajarkan Nabi Musa dan nabi Isa serta mereka tidak mempersekutukan Tuhan yang maha esa, percaya kepada hari Akhir dan berbuat baik, maka mereka akan menerima pahala dari Tuhan. Dalam QS Al Baqarah (2) ayat 62 dan QS Al Maidah (5) ayat 69] tidak hanya menyebutkan orang Yahudi dan Nasrani tetapi juga menyebutkan orang Mukmin. Artinya orang mukminpun bisa jadi tidak mendapatkan pahala dari Allah, karena mereka masih mempersekutukan Tuhan.
Mungkin ada orang yang mempertentangkan QS Al Baqarah (2) ayat 62 dan QS Al Maidah (5) ayat 69 dengan QS Ali Imran (3) ayat 19 dan 85 atau mungkin banyak orang yang tidak setuju dengan pemikiran saya tentang QS Al Baqarah (2) ayat 62 dan Al Maidah (5) ayat 69, karena mereka mengatakan bahwa sesungguhnya agama di sisi Allah hanya Islam saja dan agama selain Islam tidak akan diterima dan diakhirat termasuk orang yang merugi. Nah, sekarang perhatikan ayat 19 dan 85 Surat Ali Imran (3).

Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al Kitab] kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. Barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya. [QS Ali Imran (3) ayat 19]

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidak- lah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. [QS Ali Imran (3) ayat 85]

Apa benar bahwa orang yang sudah masuk Islam, diridhai dan mendapat pahala dari Allah serta tidak ada kekhawatiran dan kesedihan walaupun dikatakan mereka sudah “mukmin” (lebih tinggi tingkatannya dari pada muslim atau orang Islam). Perhatikan lagi dalam QS Al Baqarah (2) ayat 62 dan QS Al Maidah (5) ayat 69] bahwa tidak hanya menyebutkan orang Yahudi dan Nasrani tetapi juga menyebutkan orang Mukmin. Barang siapa baik orang mukmin, orang Yahudi, orang Nasrani maupun Shabiin yang tidak beriman kepada Allah maka tidak mendapat pahala dari Allah. Artinya orang mukminpun bisa jadi tidak mendapatkan pahala dari Allah, karena mereka masih mempersekutukan Tuhan. Oleh karena itu pengertian Islam dalam Al Qur’an itu mempunyai makna yang yang lebih luas tidak semata-mata bermakna agama Islam yang diajarkan nabi Muhammad. Apa arti Islam sebenarnya dapat dibaca di artikel selanjutnya.
Hadaanallahu Wa Iyyakum Ajma`in, Wallahu A`lam Bish-shawab.

Selasa, 20 Januari 2009

Tuhan Itu Menyesatkan ?

Dalam Al Qur’an ayat 93 surat An Nahl (16), Allah berfirman : ” Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.” Ayat inilah yang dijadikan dasar kritik yang disampaikan oleh agama lain. Mereka mengatakan : ” Jangan mengikuti agama Islam, karena Tuhannya orang Islam itu menyesatkan.” Sebagai orang Islam tentunya tergelitik untuk menjawab masalah ini. Mengkaji Al Qur’an tidak boleh secara harfiah atau letterleg saja, tetapi harus mengkaji seluruh firman Allah didalam Al Qur’an atau Hadits Nabi. Apakah benar Tuhan itu menyesatkan ? Banyak orang mengatakan itu ranah Allah. Allah itu kan Maha Kuasa. Kalau ndak punya hak prerogative berarti Tuhan tidak kuasa dong ! Ndak mungkinlah…karena Tuhan itu Maha Adil, Tuhan itu Maha kasih dan Penyayang. Nah, coba perhatikan dialog antara Al Asy’ari dengan Al Jubbai (Harun Nasution, Teologi Islam, 1972).
Al Asy’ari : Bagaimana kedudukan ketiga orang berikut : mukmin, kafir dan anak kecil di akhirat ?
Al Jubbai : Yang mukmin mendapat tingkat baik dalam surge, yang kafir masuk neraka dan yang kecil terlepas dari bahaya neraka.
Al Asy’ari : Kalau yang kecil ingin memperoleh tempat yang lebih tinggi di surga, mungkinkah itu ?
Al Jubbai : Tidak, yang mukmin mendapat tempat yang baik itu karena kepatuhannya kepada Tuhan. Yang kecil belum mempunyai kepatuhan yang serupa itu.
Al Asy’ari : Kalau anak itu mengatakan kepada Tuhan : “ Itu bukan salahku. Jika sekiranya Engkau bolehkan aku terus hidup, aku akan mengerjakan perbuatan-perbuatan baik seperti ysng dilakukann orang mukmin itu.”
Al Jubbai : Allah akan menjawab : “ Aku tahu bahwa jika engkau terus hidup engkau akan berbuat dosa dan oleh karena itu akan kena hukuman. Maka untuk kepentinganmu Aku cabut nyawamu sebelum engkau sampai kepada umur tanggung jawab.”
Al Asy’ari : Sekiranya yang kafir mengatakan : “ Engkau ketahui masa depanku sebagaimana engkau ketahui masa depannya. Apa sebab engkau tidak jaga kepentinganku?”
Disini Al Jubbai terpaksa diam.
Pergulatan pemikiran tentang Takdir, Tuhan menyesatkan dan Keadilan Tuhan memang sejak dulu dan bahkan sampai sekarang. Perhatikan dalam dialog diatas. Mengapa Tuhan menyesatkan anak kecil tersebut dan kemudian Tuhan menolongnya dengan mencabut nyawanya ? Mengapa Tuhan mengijinkan lahir kalau toh si anak kecil nantinya sesat. Dan bagi yang kafir, Tuhan tentu mengetahui bahwa si anak kecil itu menjadi kafir. Kenapa tidak dicabut nyawanya pada waktu masih kecil. Kenapa kok Tuhan membiarkan anak itu menjadi kafir sampai akhir hayatnya. Apakah Tuhan itu tidak adil ? Tidak, Tuhan itu Maha Adil ? Tuhan tidak menyesatkan. Masalah ini harus bisa diselesaikan. Tentang keadilan Tuhan sudah dibahas di artikel sebelumnya “ Apakah Tuhan itu adil ? “ Kenapa anak kecil itu dilahirkan untuk menjadi sesat dan kemudian dicabut nyawanya ? Karena dosa-dosa yang diperbuat di kehidupan sebelumnya [QS Yasin (36) ayat 31 dan Al Maidah (5) ayat 5]. Ketika seorang anak dilahirkan itu suci karena tidak ada dosa di kehidupan sebelumnya, maka kemudian pada saat dewasa menjadi kafir. Apakah kejadian ini Tuhan yang menyesatkan ? Tidak mungkin Tuhan itu menyesatkan. Tuhan itu Maha Adil, Maha Kasih dan Penyayang. Bagaimana Tuhan Maha Kasih dan Penyayang kok menyesatkan orang ? Perhatikan hadits riwayat Abu Hurairah. Rasulullah bersabda : Allah Taala berfirman : Aku sesuai dengan persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku dan Aku selalu bersamanya ketika dia mengingat-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku pun mengingatnya dalam diri-Ku. Apabila dia mengingat-Ku dalam suatu jemaah manusia, maka Aku pun mengingatnya dalam suatu kumpulan makhluk yang lebih baik dari mereka. Apabila dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Apabila dia dating kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku akan dating kepadanya dengan berlari [ HR. Muslim]
Kalau manusia menjauhi Tuhan (kafir), maka Tuhan juga menjauhinya. Artinya kalau manusia mempunyai keinginan kafir, maka Tuhan akan membiarkannya kafir. Nah, siapa saja orang yang disesatkan oleh Tuhan artinya dibiarkan sesat dan tidak diberi petunjuk..
… dan Allah tidak member petunjuk kepada orang-orang dholim” [ QS Al Baqarah (2) ayat 258]
… dan Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang kafir” [QS Al Baqarah (2) ayat 264]
“… sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang pendusta dan sangat ingkar." [QS Az Zumar (39) ayat 3]
“… sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang berlebih-lebihan lagi pendusta". [QS Al Mu’min (40) ayat 28]
Ayat-ayat diatas menunjukkan bahwa ketika orang-orang menghendaki dholim, kafir, pendusta, ingkar dan orang-orang yang berlebihan, maka Allah akan membiarkan dholim, kafir, pendusta dan berlebihan serta ingkar. Saking rahman dan rahim-Nya, Allah mengabulkan permohonan atau membiarkan kafir orang-orang yang berkeinginan menjadi kafir dan demikian juga Allah meberikan hidayah kepada orang yang menghendaki hidayah. Sehingga berdasarkan ayat-ayat diatas dan hadits riwayat Abu Hurairah, maka pengertian “ Allah menyesatkan” dalam QS An Nahl [16] ayat 93 dapat di baca sebagai berikut. “ Allah berkehendak kepada orang-orang itu menjadi kafir ketika orang-orang itu yang menghendaki kafir”. Wa llahu ‘alam bish shawab.

Jumat, 16 Januari 2009

Apakah Tuhan Itu Adil ?

Pertanyaan diatas sungguh menggelitik. Semua orang percaya bahwa Tuhan itu Maha adil. Tetapi faktanya banyak yang secara tidak sadar dalam hatinya mengatakan mengapa saya menderita dan atau cacat seperti ini. Mengapa musibah selalu menimpa saya ? Bahkan ada lagu yang berjudul “Takdir Itu Kejam”, yang dilarang beredar. Sebenarnya pencipta lagu itu terinspirasi dari masyarakat yang menanyakan mengapa seseorang itu ditakdirkan menderita. Sebenarnya pertanyaan-pertanyaan ini sudah terjawab dalam al Qur’an. Bahwa seseorang atau umat yang binasa itu disebabkan karena dosa-dosanya [QS Yasin (36) ayat 31]. Demikian juga orang cacat atau menderita akibat musibah, juga dikarenakan dosa-dosanya sebagaimana dalam ayat 49 Surat Al Maidah (5) menyatakan bahwa “……maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka…..”. Orang percaya bahwa kalau manusia cacat, hilang kaki dan tangannya dikarenakan bencana alam seperti gempa bumi, banjir dan hujan batu dan awan panas (gunung meletus), itu disebabkan karena dosa-dosanya seperti yang tersebut dalam ayat tersebut diatas. Mereka juga beralasan bahwa “…..Allah tidaklah sekali-kali menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri “ [QS At Taubah (9) ayat 70]. Mereka juga percaya bahwa kalau musibah itu datang kepada mu, maka itu bukan dari Allah tetapi dari (kesalahan) mu sendiri [QS An Nisaa’ (4) ayat 79]. Dapat ditarik kesimpulan bahwa segala musibah berupa cacat tubuh akibat gempa bumi, atau jatuh miskin karena rumah dan kebunnya dihantam lava panas dan sebagainya, maka itu dikarenakan dosa-dosa dan kesalahan mereka sendiri. Cacat tubuh ini bisa terjadi pada siapa saja pada saat musibah itu datang, bisa bayi, anak kecil atau orang yang sudah dewasa. Ketika yang terkena musibah itu bayi dan anak kecil, maka timbul pertanyaan dosa atau kesalahan apa yang telah dilakukan si bayi dan anak kecil yang masih balita ini ? Sama pula pertanyaan yang dapat diajukan ketika seorang ibu muda yang melahirkan anak cacat, tiada tangan dan kaki. Dipandang dari sudut ibu, .. benar bahwa musibah itu dikarenakan dosa dan kesalahan ibu. Tetapi bagi si bayi yang lahir cacat itu… Dia menanggung dosa dan kesalahan siapa ? Apakah dia sudah melakukan perbuatan dosa ? Ada yang menjawab : “ “Oh itu kehendak Tuhan… Oh itu hak prerogative Tuhan”. Seharusnya orang-orang harus konsisten menjawab pertanyaan ini. Mengapa orang dewasa yang cacat karena musibah, disebabkan oleh dosa atau kesalahannya, tetapi kalau si bayi yang cacat kok disebabkan karena kehendak Tuhan (takdir) atau hak prerogative Tuhan. Ada yang mengatakan bahwa kehidupan itu seperti mobil. Tidak mungkin mobil itu dibuat sama bentuknya misalnya, semua terdiri dari roda. Tidak mungkin jalan kalau ndak ada busi, mesin, bensin dan sebagainya. Itulah kehidupan yang beragam. Yang menjadi roda pasti tidak bertanya,.. lah wong barang mati. Kalau manusia pasti bertanya (karena punya akal) kenapa saya yang dijadikan roda atau kenapa saya yang dilahirkan cacat ? Yang benar adalah dalam menentukan apakah sesuatu itu dijadikan busi, ataukah mesin ataukah roda pasti ada pertimbangan yang tidak merugikan yang bersangkutan. Allah itu Maha Kuasa tetapi tidak sewenang-wenang. Allah itu Maha Adil. Allah itu Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allah tidak mungkin berbuat dholim (aniaya). Dholim itu adalah perbuatan buruk. Tidak mungkin Allah itu berbuat buruk dan berbuat sewenang-wenang. Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun." [QS Al Kahfi (18) ayat 49]. Apa saja nikmat atau yang baik-baik saja itu yang diperoleh manusia pasti dari Allah [QS An Nisaa’ (4) ayat 79]. Allah itu pasti memberikan yang terbaik dan penuh pertimbangan. Nah, sekarang apa yang menjadikan pertimbangan ? Ya, firman Allah yang ada dalam surat Al Maidah (5) ayat 5 : “……maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka…..”. Kalau manusianya baik, pasti oleh Allah tidak memberikan musibah. Allah berkehendak menimpakan musibah hanya kepada manusia yang penuh dosa dan kesalahan. Dimana Allah mencatat segala perbuatan dan jejak rekam yang telah dilakukan ? Catatan itu namanya Lauh Mahfuz. “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh)” [QS Yasin (36) ayat 12]. Nah, jikalau bayi lahir cacat atau setelah lahir kemudian tertimpa musibah sehingga menjadi cacat, ini pasti disebabkan karena dosa-dosa atau kesalahan yang telah diperbuatnya yang telah dicatat di Lauh Mahfuz. Karena itu musibah bagi dirinya. Dosa-dosa inilah yang menjadi pertimbangan oleh Allah untuk menetapkan kebaikan dan keburukan bagi manusia sebelum manusia dibangkitkan kembali. Untuk menyakinkan bahwa pada saat manusia dibangkitkan kembali dengan berbagai rupa sebanyak 12 kelompok (sumber dari sahabat Ma’adz bin Jabal yang dikutip dari www.dwi-setiawati.web.id), dua diantaranya adalah “dibangkitkan tanpa tangan dan kaki. Seraya terdengar suara dari sisi Tuhan " Mereka adalah orang-orang yang menggangu tetangganya. Maka inilah ganjarannya dan neraka tempatnya ." dan dibangkitkan dalam bentuk babi. Seraya terdengar suara dari sisi Tuhan "Mereka adalah orang-orang yang bermalas-malas melakukan shalat Maka inilah ganjarannya dan nerakalah tempatnya ."
Kalau memang nâr itu merupakan api yang menyala-nyala (riil), kenapa manusia dibangkitkan dalam keadaan cacat dan dijadikan babi. Kenapa tidak langsung dimasukkan kedalam nâr, pasti akan hancur lebur seperti orang di kremasi. Tidak perlu dicacatkan lagi dan tidak perlu dijadikan babi. Jadi nâr itu dapat di indikasikan berada di bumi ini. Sebagai referensi dapat pula dibaca artikel dalam kategori “Kebangkitan”. Orang mungkin berpendapat bahwa orang yang meninggal itu dibangkitkan lagi seperti orang yang belum meninggal, baik tubuh maupun rupanya. Ruh akan dipertemukan dengan tubuh [QS At Takwir (81) ayat 7]. Tubuh yang mana tergantung perbuatannya dulu. Kalau dulu suka mengganggu tetangganya, maka ruh-nya akan dipertemukan kepada tubuh yang yang tidak punya tangan dan kaki. Demikian juga kalau dulu suka bermalas-malasan melakukan shalat, maka ruhnya akan dipertemukan dengan seekor babi yang akan lahir. Simak surat Al Waaqi’ah (56) ayat 60-61 sebagai berikut,
Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-sekali tidak akan dapat dikalahkan,
untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu dan menciptakan kamu kelak dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.
We have decreed death to you all, and We are not unable, To transfigure you and create you in (forms) that you know not. (Terjemahan dari Dr. M. Taqiud-Din & Dr. M. Khan )
Dengan demikian dapat dijelaskan menurut ayat diatas bahwa suatu misal, setelah Tuan A itu meninggal dan kemudian dibangkitkan lagi itu bentuknya tidak seperti Tn A sebelum dibangkitkan, tetapi dibangkitkan dengan tubuh dan rupa yang tidak kamu ketahui. Jadi bentuk tubuh dan rupa kita pasti tidak sama dengan tubuh dan rupa kita di kehidupan sebelumnya. Tubuh dan rupanya bisa jadi cacat atau dijadikan babi sebagaimana yang disebut dalam hadits diatas. Ruh kita tidak mengenal tubuh dan rupa kita di kehidupan sebelumnya, tetapi dapat merasakan adzab atau musibah yang ditimpakan kepada kita. Wallahu ‘alam bish shawab.