Para orientalis pasti tidak akan dapat menunjukkan bahwa Islam disebarkan dengan kekuatan dan kekerasan, bila mereka melakukan penelitian secara jujur dan tidak tendensius atau memang ingin menjelek-jelekan Islam. Sebab tidak ada satu ayatpun dalam al Qur’an yang terjadi pada diawal sejarah Islam yang menyatakan bahwa Islam disebarkan dengan pedang. Peperangan di dalam Islam tidak dimaksudkan untuk menggiring dan memaksa manusia masuk Islam. Tidak ada paksaan dalam beragama [QS Al Baqarah (2) ayat 256]
Pada saat Islam masih belum kuat, di Mekkah, orang Islam selalu dihalang-halangi untuk melaksanakan syariat Islam, dilempari batu, di siksa dan dibunuh [QS Ali Imran (3) ayat 195]. Sehingga akhirnya, orang Muslim hijrah ke Madinah. Di Madinah, tentunya umat Islam mempersiapkan diri apabila terdapat serangan-serangan dari pihak kaum Musrikin. Persiapan ini diabadikan dalam ayat QS Al Anfaal (8) ayat 60 sebagai berikut :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”
Dalam Al Quran, umat Islam diminta untuk siap untuk menghadapi kekuatan apapun. Tetapi tidak melakukan terror atau ancaman. Umat Islam tidak boleh menyerang, ketika musuh tidak menyerang sebagaimana dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 194.
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”
Setelah Islam pada posisi sudah kuat, kaum Muslim kembali ke Mekkah dengan damai. Tidak ada pembalasan dendam. Tidak ada perang. Kemudian dibuat perdamaian antara kaum Muslimin dan kaum Musrikin. Ini menunjukkan toleransi yang sangat tinggi. Artinya kaum Muslim tidak akan menyembah apa yang disembah kaum Musrikin [QS Al Kaafiruun (109) ayat 2). Dan kaum Musrikin tidak menyembah apa yang kaum Muslim sembah [QS Al Kaafiruun (109) ayat 3]. Dan untukmu agamamu dan untukkulah, agamaku [QS Al Kaafiruun (109) ayat 6].
Pecah perang terjadi karena kaum Musrikin merasa posisi keagamaan (agama paganistik) mereka terancam dengan hadirnya agama yang dibawa Muhammad di Mekkah dan mempengaruhi arus perdagangan mereka antara Mekkah dan Syam.
Islam mempunyai konsep perang yang sangat jelas. Tidak seperti yang dituduhkan atau yang digembar-gemborkan oleh para orientalis kepada Islam. Perang itu dimulai dengan pemutusan hubungan dengan orang-orang musrik [QS At taubah (9) ayat 1]. Pemutusan hubungan dengan orang-orang musrik (musrikin), dikarenakan
(1) musrikin telah mengingkari perjanjian,
(2) tidak memelihara kekerabatan dan melampau batas serta
(3) berbuat fasik [QS At Taubah (9) ayat 8].
Perjanjian itu dikembalikan kepada mereka dengan jujur, bila kuatir terjadi pengkhianatan (QS Al Anfaal (8) ayat 58]. Bagi musrikin yang menghalang-halangi muslimin shalat dan memusuhinya serta mengancam keselamatan jiwa orang Muslim, bunuhlah mereka (musrikin), tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah mereka [QS At Taubah (9) ayat 5], kecuali
(1) musrikin yang telah mengadakan perjanjian dan tidak memusuhi muslimin [QS At Taubah (9) ayat 4],
(2) orang musrik yang meminta perlindungan [QS At Taubah (9) ayat 6], dan
(3) orang musrik yang berlaku lurus kepada orang muslim [QS At Taubah (9) ayat 7].
Tidak sangat beralasan, bila orientalis mengatakan Islam membunuh tanpa alasan. Diizinkan perang bagi orang Muslim yang diperangi. Diizinkan perang itu karena pada hakikatnya orang Muslim yang diperangi itu telah dianiaya [QS Al Hajj (22) ayat 39]. Agar jangan mudah dianiaya, orang-orang Muslim harus bersiap siaga dan waspada.
Apakah orang Muslim tidak boleh siap siaga ? Tidak boleh waspada ? Apakah hanya orang kafir saja yang harus siap siaga ? Muslim harus tetap waspada dan jangan terpedaya [QS Ali Imran (3) ayat 196] dan selalu bersiap siaga [ QS Ali Imran (3) ayat 200] terhadap serangan orang-orang kafir atau orang musrik.
Orang Muslim diperintahkan perang dalam QS At Taubah (9) ayat 29, terhadap kaum Musrik yang melanggar perjanjian dan memusuhi orang Muslim. Bagi orang Musrik yang masih mengadakan perjanjian dan tidak memusuhi orang Muslimin tidak diperintahkan untuk diperangi sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Sehingga dalam Surat At Taubah ini tidak dimulai dengan Basmalah ( Dengan Nama Allah yang maha pengasih dan penyayang). Karena perang tidak ada kasih sayang. Kalau dalam peperangan, umat Islam boleh membunuh atau memancung batang leher orang kafir. Dan orang kafir boleh dijadikan tawanan dan sesudah itu boleh dibebaskan setelah perang berakhir dan setelah memberikan tebusan (Surat Muhammad ( 47 ) ayat 4 ). Kenapa harus memancung leher, ya memang belum ada senapan. Tatapi kalau sekarang tentunya membunuh seseorang (dalam waktu perang) harus dengan baik, tidak melakukan penganiayaan. Menganiaya itu lebih kejam dari pembunuhan (Surat Al baqarah (2) ayat 217). Dalam hadits sahih Muslim disebutkan, “Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu. Apabila kamu membunuh, maka lakukanlah dengan baik dan apabila kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Seseorang hendaklah menajamkan pisaunya agar meringankan penderitaan yang disembelihnya “.
Untuk mengerti dan memahami Al Qur’an haruslah mempelajarinya secara menyeluruh. Jangan seperti orang buta mendefinisikan gajah. Kalau yang dipegang kakinya, gajah itu seperti pilar. Kalau yang dipegang buntutnya (ekornya), gajah itu seperti cambuk dan kalau gajah itu dipegang perutnya, maka gajah itu seperti beduk. Tidak dapat mendefinisikan atau memahami gajah secara utuh dan benar. Jangan mempelajari sepotong-potong ayat. Sebab Al Qur’an bukan Novel atau buku Cerita yang yang runtut untuk dibaca. Tetapi al Qur’an adalah kumpulan-kumpulan firman Allah. Al Qur’an itu untuk sepanjang masa, sehingga pasti sesuai dengan perkembangan zaman dan Al Qur’an itu adalah untuk dieksplorasi dan untuk dipikirkan sesuai dengan perintah Allah [QS Al Hasyr (59) ayat 21]. Wa llahu ‘alam bish shawab.
Pada saat Islam masih belum kuat, di Mekkah, orang Islam selalu dihalang-halangi untuk melaksanakan syariat Islam, dilempari batu, di siksa dan dibunuh [QS Ali Imran (3) ayat 195]. Sehingga akhirnya, orang Muslim hijrah ke Madinah. Di Madinah, tentunya umat Islam mempersiapkan diri apabila terdapat serangan-serangan dari pihak kaum Musrikin. Persiapan ini diabadikan dalam ayat QS Al Anfaal (8) ayat 60 sebagai berikut :
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan)”
Dalam Al Quran, umat Islam diminta untuk siap untuk menghadapi kekuatan apapun. Tetapi tidak melakukan terror atau ancaman. Umat Islam tidak boleh menyerang, ketika musuh tidak menyerang sebagaimana dalam Surat Al Baqarah (2) ayat 194.
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa”
Setelah Islam pada posisi sudah kuat, kaum Muslim kembali ke Mekkah dengan damai. Tidak ada pembalasan dendam. Tidak ada perang. Kemudian dibuat perdamaian antara kaum Muslimin dan kaum Musrikin. Ini menunjukkan toleransi yang sangat tinggi. Artinya kaum Muslim tidak akan menyembah apa yang disembah kaum Musrikin [QS Al Kaafiruun (109) ayat 2). Dan kaum Musrikin tidak menyembah apa yang kaum Muslim sembah [QS Al Kaafiruun (109) ayat 3]. Dan untukmu agamamu dan untukkulah, agamaku [QS Al Kaafiruun (109) ayat 6].
Pecah perang terjadi karena kaum Musrikin merasa posisi keagamaan (agama paganistik) mereka terancam dengan hadirnya agama yang dibawa Muhammad di Mekkah dan mempengaruhi arus perdagangan mereka antara Mekkah dan Syam.
Islam mempunyai konsep perang yang sangat jelas. Tidak seperti yang dituduhkan atau yang digembar-gemborkan oleh para orientalis kepada Islam. Perang itu dimulai dengan pemutusan hubungan dengan orang-orang musrik [QS At taubah (9) ayat 1]. Pemutusan hubungan dengan orang-orang musrik (musrikin), dikarenakan
(1) musrikin telah mengingkari perjanjian,
(2) tidak memelihara kekerabatan dan melampau batas serta
(3) berbuat fasik [QS At Taubah (9) ayat 8].
Perjanjian itu dikembalikan kepada mereka dengan jujur, bila kuatir terjadi pengkhianatan (QS Al Anfaal (8) ayat 58]. Bagi musrikin yang menghalang-halangi muslimin shalat dan memusuhinya serta mengancam keselamatan jiwa orang Muslim, bunuhlah mereka (musrikin), tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah mereka [QS At Taubah (9) ayat 5], kecuali
(1) musrikin yang telah mengadakan perjanjian dan tidak memusuhi muslimin [QS At Taubah (9) ayat 4],
(2) orang musrik yang meminta perlindungan [QS At Taubah (9) ayat 6], dan
(3) orang musrik yang berlaku lurus kepada orang muslim [QS At Taubah (9) ayat 7].
Tidak sangat beralasan, bila orientalis mengatakan Islam membunuh tanpa alasan. Diizinkan perang bagi orang Muslim yang diperangi. Diizinkan perang itu karena pada hakikatnya orang Muslim yang diperangi itu telah dianiaya [QS Al Hajj (22) ayat 39]. Agar jangan mudah dianiaya, orang-orang Muslim harus bersiap siaga dan waspada.
Apakah orang Muslim tidak boleh siap siaga ? Tidak boleh waspada ? Apakah hanya orang kafir saja yang harus siap siaga ? Muslim harus tetap waspada dan jangan terpedaya [QS Ali Imran (3) ayat 196] dan selalu bersiap siaga [ QS Ali Imran (3) ayat 200] terhadap serangan orang-orang kafir atau orang musrik.
Orang Muslim diperintahkan perang dalam QS At Taubah (9) ayat 29, terhadap kaum Musrik yang melanggar perjanjian dan memusuhi orang Muslim. Bagi orang Musrik yang masih mengadakan perjanjian dan tidak memusuhi orang Muslimin tidak diperintahkan untuk diperangi sebagaimana telah dijelaskan diatas.
Sehingga dalam Surat At Taubah ini tidak dimulai dengan Basmalah ( Dengan Nama Allah yang maha pengasih dan penyayang). Karena perang tidak ada kasih sayang. Kalau dalam peperangan, umat Islam boleh membunuh atau memancung batang leher orang kafir. Dan orang kafir boleh dijadikan tawanan dan sesudah itu boleh dibebaskan setelah perang berakhir dan setelah memberikan tebusan (Surat Muhammad ( 47 ) ayat 4 ). Kenapa harus memancung leher, ya memang belum ada senapan. Tatapi kalau sekarang tentunya membunuh seseorang (dalam waktu perang) harus dengan baik, tidak melakukan penganiayaan. Menganiaya itu lebih kejam dari pembunuhan (Surat Al baqarah (2) ayat 217). Dalam hadits sahih Muslim disebutkan, “Sesungguhnya Allah mewajibkan ihsan atas segala sesuatu. Apabila kamu membunuh, maka lakukanlah dengan baik dan apabila kamu menyembelih, maka sembelihlah dengan baik. Seseorang hendaklah menajamkan pisaunya agar meringankan penderitaan yang disembelihnya “.
Untuk mengerti dan memahami Al Qur’an haruslah mempelajarinya secara menyeluruh. Jangan seperti orang buta mendefinisikan gajah. Kalau yang dipegang kakinya, gajah itu seperti pilar. Kalau yang dipegang buntutnya (ekornya), gajah itu seperti cambuk dan kalau gajah itu dipegang perutnya, maka gajah itu seperti beduk. Tidak dapat mendefinisikan atau memahami gajah secara utuh dan benar. Jangan mempelajari sepotong-potong ayat. Sebab Al Qur’an bukan Novel atau buku Cerita yang yang runtut untuk dibaca. Tetapi al Qur’an adalah kumpulan-kumpulan firman Allah. Al Qur’an itu untuk sepanjang masa, sehingga pasti sesuai dengan perkembangan zaman dan Al Qur’an itu adalah untuk dieksplorasi dan untuk dipikirkan sesuai dengan perintah Allah [QS Al Hasyr (59) ayat 21]. Wa llahu ‘alam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar