Allah menimpakan musibah atas manusia dikarenakan dosa-dosa yang dilakukan manusia itu sendiri [QS Al Maidah (5) ayat 49]. Musibah itu adalah siksa yang ditimpakan kepada manusia yang telah melakukan dosa. Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). [QS Asy Syuura (42) ayat 30].
Musibah yang ditimpakan kepada seseorang itu dikarenakan oleh perbuatan orang itu sendiri. Perbuatan apa yang dapat menghadirkan musibah kepada kita ? Ya, tentunya perbuatan-perbuatan dosa. Perbuatan-perbuatan dosa seperti ini tidak akan dapat dihapus dengan shalat, puasa, haji dan umrah.
“Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu ada yang tidak dapat dihapus oleh shalat, puasa, haji, dan umrah. Akan tetapi dosa-dosa itu hanya dapat dihapus dengan kesulitan (kesusahan) dalam mencari kehidupan"[ HR Ibnu 'Asakir]
Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa musibah itu bisa merupakan adzab atau siksa yang sangat besar, misalnya hujan batu kerikil, suara keras yang mengguntur, banjir dan gempa bumi. [QS Al Ankabut (29)_ ayat 40]. Tetapi musibah itu juga dapat berupa siksa atau adzab yang tidak terlalu besar misalnya keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesusahan, gangguan, kesedihan. Orang tertusuk duri pun juga termasuk siksa atau adzab yang cukup ringan. Perhatikan hadits yang diriwayatkan Al Bukhary dan Muslim.
“Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesusahan, gangguan, kesedihan, hingga duri menusuknya melainkan Allah menghapus sebagian kesalahan-kesalahannya” (HR Al Bukhary dan Muslim).
Orang biasanya mengaburkan arti musibah dengan bala dan fitnah. Sedangkan pengertian fitnah akan dibahas di artikel berikutnya. Bala itu artinya ujian atau cobaan. Kalau ujian itu bukan merupakan siksa atau adzab tetapi merupakan sesuatu yang ditimpakan kepada manusia untuk mengetahui sampai sejauh mana kadar iman atau taqwa manusia tersebut. Yang ditimpakan itu adalah yang sifatnya hanya sedikit dan hanya merupakan sedikit kekurangan. Apakah kekurangan harta, sedikit kelaparan, sedikit ketakutan. Coba perhatikan ayat berikut ini.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Walanabluwannakum bishayin mina alkhawfi waaljooAAi wanaqsin mina alamwali waalanfusi waalththamarati wabashshiri alssabireena
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [QS Al Baqarah (2) ayat 155]
Jadi musibah terjadi karena dosa, sedangkan bala terjadi bukan karena dosa tetapi merupakan ujian atau cobaan untuk mengetahui tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang anak manusia. Kapan dosa itu dilakukan ? Bisa jadi sejak aqil baligh sampai dengan waktu ditimpa musibah. Nah, bagaimana kalau sejak lahir sudah ditimpa dengan musibah ? Artinya, sejak kecil sudah menderita kesusahan, penyakit, kesedihan. Bisa jadi dosa yang dilakukan adalah dosa-dosa yang dilakukan dikehidupan sebelumnya. Coba simak ayat-ayat berikut ini.
Musibah yang ditimpakan kepada seseorang itu dikarenakan oleh perbuatan orang itu sendiri. Perbuatan apa yang dapat menghadirkan musibah kepada kita ? Ya, tentunya perbuatan-perbuatan dosa. Perbuatan-perbuatan dosa seperti ini tidak akan dapat dihapus dengan shalat, puasa, haji dan umrah.
“Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu ada yang tidak dapat dihapus oleh shalat, puasa, haji, dan umrah. Akan tetapi dosa-dosa itu hanya dapat dihapus dengan kesulitan (kesusahan) dalam mencari kehidupan"[ HR Ibnu 'Asakir]
Seperti yang disampaikan sebelumnya bahwa musibah itu bisa merupakan adzab atau siksa yang sangat besar, misalnya hujan batu kerikil, suara keras yang mengguntur, banjir dan gempa bumi. [QS Al Ankabut (29)_ ayat 40]. Tetapi musibah itu juga dapat berupa siksa atau adzab yang tidak terlalu besar misalnya keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesusahan, gangguan, kesedihan. Orang tertusuk duri pun juga termasuk siksa atau adzab yang cukup ringan. Perhatikan hadits yang diriwayatkan Al Bukhary dan Muslim.
“Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kekhawatiran, kesusahan, gangguan, kesedihan, hingga duri menusuknya melainkan Allah menghapus sebagian kesalahan-kesalahannya” (HR Al Bukhary dan Muslim).
Orang biasanya mengaburkan arti musibah dengan bala dan fitnah. Sedangkan pengertian fitnah akan dibahas di artikel berikutnya. Bala itu artinya ujian atau cobaan. Kalau ujian itu bukan merupakan siksa atau adzab tetapi merupakan sesuatu yang ditimpakan kepada manusia untuk mengetahui sampai sejauh mana kadar iman atau taqwa manusia tersebut. Yang ditimpakan itu adalah yang sifatnya hanya sedikit dan hanya merupakan sedikit kekurangan. Apakah kekurangan harta, sedikit kelaparan, sedikit ketakutan. Coba perhatikan ayat berikut ini.
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
Walanabluwannakum bishayin mina alkhawfi waaljooAAi wanaqsin mina alamwali waalanfusi waalththamarati wabashshiri alssabireena
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. [QS Al Baqarah (2) ayat 155]
Jadi musibah terjadi karena dosa, sedangkan bala terjadi bukan karena dosa tetapi merupakan ujian atau cobaan untuk mengetahui tingkat keimanan dan ketaqwaan seseorang anak manusia. Kapan dosa itu dilakukan ? Bisa jadi sejak aqil baligh sampai dengan waktu ditimpa musibah. Nah, bagaimana kalau sejak lahir sudah ditimpa dengan musibah ? Artinya, sejak kecil sudah menderita kesusahan, penyakit, kesedihan. Bisa jadi dosa yang dilakukan adalah dosa-dosa yang dilakukan dikehidupan sebelumnya. Coba simak ayat-ayat berikut ini.
هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ خَاشِعَةٌ
عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ
تَصْلَى نَارًا حَامِيَةً
تُسْقَى مِنْ عَيْنٍ آنِيَةٍ
لَّيْسَ لَهُمْ طَعَامٌ إِلَّا مِن ضَرِيعٍ
لَا يُسْمِنُ وَلَا يُغْنِي مِن جُوعٍ
Sudah datangkah kepadamu berita (tentang) hari pembalasan?
Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
bekerja keras lagi kepayahan,
memasuki api yang sangat panas (neraka),
diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,
yg tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. [QS Al Ghaasyiya (88) ayat 1-7)
Nah, sekarang marilah kita perhatikan dan renungkan. Ghasiyah itu dari sudut bahasa artinya malapetaka (bhs. Inggris : calamity). Yusuf Ali dan Dr M. Taquid-Din dan Dr. M Khan menterjemahkan “ghasiyah” itu dengan kata “kebanjiran bencana” (bhs. Inggris : overwhelming). Jadi kalau boleh saya menterjemahkan adalah sbb : “ Sudah datangkah berita (tentang) musibah, bencana atau malapetaka ? Pada hari itu banyak muka tunduk terhina yang sedang bekerja keras lagi kepayahan ( laboring hard, weary) terbakar api yang membakar (hamiyah = burning), diberikan air yang panas, tidak diberi makan kecuali makanan “Dhari’ yang pahit (Yusuf Ali menterjemahkan “bitter Dhari’) yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
Kalimat “Tasla naran hamiyatan” bukan berarti memasuki api yang sangat panas, tetapi “terbakar api yang membakar”. Kata “memasuki api” dengan “terbakar api” tentunya beda maknanya. Ayat 1-7 ini menggambarkan keadaan orang yang kena musibah. Orang dengan muka tertunduk terhina yang sedang bekerja keras lagi kepayahan dan terbakar panas dari terik matahari. Saking teriknya minumanpun menjadi panas dan makananpun terasa duri serta tidak menggemukkan dan menghilangkan lapar. Kadangkala keadaan ini juga sudah di alami atau diderita oleh seorang anak yang baru lahir dari seorang ibu yang rumahnya di bawah jembatan dan sebagainya.
Ini terjadi tentunya di bumi. “Nar” ini bukan di alam ruh, tetapi “Nar” ini berada di bumi. Indikasi ini juga dapat dilihat dalam hadits dari Abu Hurairah. Rasul sedang menjenguk seseorang yang sedang sakit demam yang disertai Abu Hurairah. Kemudian Rasul bersabda “Bergembiralah karena Allah Azza wa Jalla berfirman, “ Inilah nar-Ku (neraka-Ku). Aku menganjurkannya menimpa hamba-Ku yang Mukmin di DUNIA, agar dia jauh dari “Nar” (neraka) pada hari akhirat (pada akhir-nya ) [ Ditakhrij Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim dan disahihkan oleh Al Bany dalam “Silsilatul Ahaditsish Shahihah nomor 557]
Hadits ini menunjukkan bahwa sakit demam (panas-dingin) itu sama dengan juga terbakar api atau Allah menimpakan “Nar” kepada hamba –Nya sehingga sakit demam. Jadi “Nar” itu adalah api yang membakar dalam diri manusia. Termasuk juga “Nar” yang diterangkan juga pada surat Al Humazah ayat 6-7.
Wa llahu ‘alam bish shawab.
Banyak muka pada hari itu tunduk terhina,
bekerja keras lagi kepayahan,
memasuki api yang sangat panas (neraka),
diberi minum (dengan air) dari sumber yang sangat panas.
Mereka tiada memperoleh makanan selain dari pohon yang berduri,
yg tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar. [QS Al Ghaasyiya (88) ayat 1-7)
Nah, sekarang marilah kita perhatikan dan renungkan. Ghasiyah itu dari sudut bahasa artinya malapetaka (bhs. Inggris : calamity). Yusuf Ali dan Dr M. Taquid-Din dan Dr. M Khan menterjemahkan “ghasiyah” itu dengan kata “kebanjiran bencana” (bhs. Inggris : overwhelming). Jadi kalau boleh saya menterjemahkan adalah sbb : “ Sudah datangkah berita (tentang) musibah, bencana atau malapetaka ? Pada hari itu banyak muka tunduk terhina yang sedang bekerja keras lagi kepayahan ( laboring hard, weary) terbakar api yang membakar (hamiyah = burning), diberikan air yang panas, tidak diberi makan kecuali makanan “Dhari’ yang pahit (Yusuf Ali menterjemahkan “bitter Dhari’) yang tidak menggemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar.
Kalimat “Tasla naran hamiyatan” bukan berarti memasuki api yang sangat panas, tetapi “terbakar api yang membakar”. Kata “memasuki api” dengan “terbakar api” tentunya beda maknanya. Ayat 1-7 ini menggambarkan keadaan orang yang kena musibah. Orang dengan muka tertunduk terhina yang sedang bekerja keras lagi kepayahan dan terbakar panas dari terik matahari. Saking teriknya minumanpun menjadi panas dan makananpun terasa duri serta tidak menggemukkan dan menghilangkan lapar. Kadangkala keadaan ini juga sudah di alami atau diderita oleh seorang anak yang baru lahir dari seorang ibu yang rumahnya di bawah jembatan dan sebagainya.
Ini terjadi tentunya di bumi. “Nar” ini bukan di alam ruh, tetapi “Nar” ini berada di bumi. Indikasi ini juga dapat dilihat dalam hadits dari Abu Hurairah. Rasul sedang menjenguk seseorang yang sedang sakit demam yang disertai Abu Hurairah. Kemudian Rasul bersabda “Bergembiralah karena Allah Azza wa Jalla berfirman, “ Inilah nar-Ku (neraka-Ku). Aku menganjurkannya menimpa hamba-Ku yang Mukmin di DUNIA, agar dia jauh dari “Nar” (neraka) pada hari akhirat (pada akhir-nya ) [ Ditakhrij Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim dan disahihkan oleh Al Bany dalam “Silsilatul Ahaditsish Shahihah nomor 557]
Hadits ini menunjukkan bahwa sakit demam (panas-dingin) itu sama dengan juga terbakar api atau Allah menimpakan “Nar” kepada hamba –Nya sehingga sakit demam. Jadi “Nar” itu adalah api yang membakar dalam diri manusia. Termasuk juga “Nar” yang diterangkan juga pada surat Al Humazah ayat 6-7.
Wa llahu ‘alam bish shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar