Saat sel sperma dan sel telur bertemu, maka terjadilah satu sel batang (stem cell). Sel ini bukan sel dari ibu dan bukan pula dari sel ayah. Ini adalah sel yang baru. Pada hari pertama saat sel sperma dan sel telur itulah ruh ditiupkan. Bukan setelah sempurna kemudian ditiupkan ruh tetapi bersamaan karena kata sambungnya adalah “dan” bukan “kemudian”. Saat itu pula atas perintah Tuhan melalui ruh yang ditiupkan, sel ini menjadi tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaanya. Tanpa ruh, sel tidak bisa hidup dan tumbuh kembang.
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." [QS Shaad (38) ayat 72].
Sesungguhnya yang ditiupkan Tuhan itu adalah ruh dan jiwa (badan halus). Badan halus ini hidup karena ada ruh didalamnya. Jiwa (badan halus) atau juga disebut “sang diri” atau “nafs” dalam bahasa Arab.
“Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui.” [QS Al An'aam (6) ayat 98].
Allah menciptakan seseorang dari satu diri atau diri yang satu (nafsin wahidatin). Sehingga satu sel batang yang terdiri dari badan sel itu sendiri (phisik); badan halus (diri) dan ruh, dapat hidup dan tumbuh kembang.. Sang diri inilah yang mempertanggung jawabkan apa yang telah dikerjakan. Bukan phisik atau badannya bertanggung jawab tetapi sang diri.
“Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan.” [QS Yunus (10) ayat 30]
Ruh adalah kepunyaan atau bagian dari Tuhan. Dengan ruh, satu sel batang itu hidup, dapat membelah dan menyerap makanan. Ruh merupakan derivasi yang paling kecil dari Tuhan. Tuhan maha berkehendak, ruh juga berkehendak. Tuhan maha pencipta, ruh juga dapat mencipta. Seluruh sifat Tuhan itu menurun kepada ruh. Tanpa ruh sel batang merupakan seonggok materi dan energi hidup tetapi tidak tumbuh kembang menuju kesempurnaannya. Seperti contoh bayi tabung. Sel sperma dan sel telur diproses “ditempat lain” ( diluar rahim ibu). Dalam waktu tertentu batang sel itu hidup tetapi tidak dapat tumbuh kembang karena tanpa ruh dan jiwa, walaupun kondisi “ditempat lain” itu persis sama dengan rahim seorang ibu. Oleh karenanya batang sel itu kemudian dikembalikan ke rahim seorang ibu sehingga batang sel itu bisa tumbuh kembang. Sesuatu tidak akan hidup dan tumbuh kembang kecuali dalam naungan yang hidup. Allah mengeluarkan yang mati dari yang hidup (QS Yunus [10] ayat 31). Artinya satu sel batang yang mati ( hidup tetapi tidak tumbuh kembang) dihidupkan oleh Allah dengan sang diri (ruh dan jiwa ) di dalam rahim ibu yang hidup. Sel batang pasti tidak akan hidup pada rahim ibu yang mati.
Demikian juga jiwa atau sang diri tidak akan hidup dan tumbuh kembang menuju kesempurnaannya tanpa ruh.
” dan jiwa serta penyempurnaannya ,” [QS Asy Syams (91) ayat 7]
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,” [QS Al Muddatstsir (74) ayat 38]
Jiwa (sang diri) itu juga hidup dan tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaannya. Yang datang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia ini adalah sang diri (jiwa/nafs) karena sang diri itu mengetahui apa yang dikerjakan dan apa yang dilalaikan ( QS Al Infithar [82] ayat 5), sang diri juga dapat menyesali diri ( al lauwamah) dan lain sebagainya. Sang diri diberikan pilihan jalan kefasikan atau jalan ketaqwaan karena Allah telah mengilhamkan kefasikan dan ketaqwaan [QS Asy Syams (91) ayat 8]. Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya (sang diri).
Kalau sang diri tidak berkembang sebagaimana fitrahnya, maka ilmuwan menyebutnya keterlambatan mental atau cacat (handicapped) mental. Hidup tetapi sang diri tidak berkembang atau tidak normal. Sehingga mereka tidak diberikan tanggung jawab atas perbuatannya.
Satu sel batang atau badan sel secara phisik tadi hidup dan tumbuh berkembang sampai siap untuk lahir dan menjadi dewasa dan akhirnya menjadi tua renta dan mati. Demikian juga sang diri (jiwa/nafs) hidup dan tumbuh dan berkembang. Jiwa kekanak-kanakan menjadi jiwa yang sudah dewasa dan akhirnya dikembalikan menjadi jiwa yang ke kanak-kanakan lagi, sehingga jiwa-jiwa itu tidak tahu lagi apa yang telah diperbuat.
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. “[QS Al Hajj (22) ayat 5]
Pengertian “pikun” ini sesungguhnya (faktanya) suatu keadaan badan phisik yang sudah tua renta dan jiwanya sering lupa dan tingkah lakunya kembali seperti anak-anak.
Setelah badan phisiknya mati, maka ruh dan jiwanya tetap hidup dan datang kepada Tuhan untuk mempertanggung jawabkan atas perbuatannya di dunia. Dan Allah sangat sepat perhitungannya (kalkulasinya).
“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan).” [QS An Nahl (16) ayat 111].
“agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang (nafs/ diri) terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya.” [QS Ibrahim (14) ayat 51]
Setelah dihisab amal perbuatannya, maka ruh dan jiwa ini dibangkitkan lagi untuk menerima balasan atas perbuatannya. Pengertian dibangkitkan ini, adalah ruh/jiwa ini dipertemukan dengan tubuhnya.
” dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh).” [QS At Takwiir (81) ayat 7].
Dalam bahasa aslinya وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ artinya bukan ruh-ruh tetapi diri-diri atau jiwa-jiwa (nufus). Sang diri atau jiwa-jiwa inilah yang kemudian dipertemukan dengan tubuh atau badan phisiknya. Tetapi kalau jiwanya itu mutmainah, maka akan langsung dipanggil Allah untuk berkumpul dengan hamba-hamba-Nya yang salih dan tinggal di jannah-Nya dan tidak perlu dipertemukan dengan badan phisiknya. Jannah yang mana, ya tentunya di alam ruh atau tinggal di alam yang berdimensi yang lebih tinggi (QS Al Fajr [89] ayat 27).
Tetapi kalau jiwanya masih kotor atau menyesali diri (lauwamah), maka mereka dipertemukan lagi dengan badan phisiknya untuk kembali di dunia yang berdimensi tiga ini untuk memperbaiki jiwanya agar menjadi mutmainah. Apakah sang diri dipertemukan dengan tubuh (badan phisik) nya dulu, mungkin tidak, dan mungkin ya tetapi tidak dikenali, karena Allah berfirman :”… dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.” (QS Al Waaqia’ah (56) ayat 61). Wa llahu ‘alam bish shawab.
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan kepadanya roh Ku; maka hendaklah kamu tersungkur dengan bersujud kepadanya." [QS Shaad (38) ayat 72].
Sesungguhnya yang ditiupkan Tuhan itu adalah ruh dan jiwa (badan halus). Badan halus ini hidup karena ada ruh didalamnya. Jiwa (badan halus) atau juga disebut “sang diri” atau “nafs” dalam bahasa Arab.
“Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui.” [QS Al An'aam (6) ayat 98].
Allah menciptakan seseorang dari satu diri atau diri yang satu (nafsin wahidatin). Sehingga satu sel batang yang terdiri dari badan sel itu sendiri (phisik); badan halus (diri) dan ruh, dapat hidup dan tumbuh kembang.. Sang diri inilah yang mempertanggung jawabkan apa yang telah dikerjakan. Bukan phisik atau badannya bertanggung jawab tetapi sang diri.
“Di tempat itu (padang Mahsyar), tiap-tiap diri merasakan pembalasan dari apa yang telah dikerjakannya dahulu dan mereka dikembalikan kepada Allah Pelindung mereka yang sebenarnya dan lenyaplah dari mereka apa yang mereka ada-adakan.” [QS Yunus (10) ayat 30]
Ruh adalah kepunyaan atau bagian dari Tuhan. Dengan ruh, satu sel batang itu hidup, dapat membelah dan menyerap makanan. Ruh merupakan derivasi yang paling kecil dari Tuhan. Tuhan maha berkehendak, ruh juga berkehendak. Tuhan maha pencipta, ruh juga dapat mencipta. Seluruh sifat Tuhan itu menurun kepada ruh. Tanpa ruh sel batang merupakan seonggok materi dan energi hidup tetapi tidak tumbuh kembang menuju kesempurnaannya. Seperti contoh bayi tabung. Sel sperma dan sel telur diproses “ditempat lain” ( diluar rahim ibu). Dalam waktu tertentu batang sel itu hidup tetapi tidak dapat tumbuh kembang karena tanpa ruh dan jiwa, walaupun kondisi “ditempat lain” itu persis sama dengan rahim seorang ibu. Oleh karenanya batang sel itu kemudian dikembalikan ke rahim seorang ibu sehingga batang sel itu bisa tumbuh kembang. Sesuatu tidak akan hidup dan tumbuh kembang kecuali dalam naungan yang hidup. Allah mengeluarkan yang mati dari yang hidup (QS Yunus [10] ayat 31). Artinya satu sel batang yang mati ( hidup tetapi tidak tumbuh kembang) dihidupkan oleh Allah dengan sang diri (ruh dan jiwa ) di dalam rahim ibu yang hidup. Sel batang pasti tidak akan hidup pada rahim ibu yang mati.
Demikian juga jiwa atau sang diri tidak akan hidup dan tumbuh kembang menuju kesempurnaannya tanpa ruh.
” dan jiwa serta penyempurnaannya ,” [QS Asy Syams (91) ayat 7]
“Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya,” [QS Al Muddatstsir (74) ayat 38]
Jiwa (sang diri) itu juga hidup dan tumbuh dan berkembang menuju kesempurnaannya. Yang datang untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya di dunia ini adalah sang diri (jiwa/nafs) karena sang diri itu mengetahui apa yang dikerjakan dan apa yang dilalaikan ( QS Al Infithar [82] ayat 5), sang diri juga dapat menyesali diri ( al lauwamah) dan lain sebagainya. Sang diri diberikan pilihan jalan kefasikan atau jalan ketaqwaan karena Allah telah mengilhamkan kefasikan dan ketaqwaan [QS Asy Syams (91) ayat 8]. Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya (sang diri).
Kalau sang diri tidak berkembang sebagaimana fitrahnya, maka ilmuwan menyebutnya keterlambatan mental atau cacat (handicapped) mental. Hidup tetapi sang diri tidak berkembang atau tidak normal. Sehingga mereka tidak diberikan tanggung jawab atas perbuatannya.
Satu sel batang atau badan sel secara phisik tadi hidup dan tumbuh berkembang sampai siap untuk lahir dan menjadi dewasa dan akhirnya menjadi tua renta dan mati. Demikian juga sang diri (jiwa/nafs) hidup dan tumbuh dan berkembang. Jiwa kekanak-kanakan menjadi jiwa yang sudah dewasa dan akhirnya dikembalikan menjadi jiwa yang ke kanak-kanakan lagi, sehingga jiwa-jiwa itu tidak tahu lagi apa yang telah diperbuat.
“Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah, kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian (dengan berangsur- angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di antara kamu ada yang diwafatkan dan (adapula) di antara kamu yang dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang indah. “[QS Al Hajj (22) ayat 5]
Pengertian “pikun” ini sesungguhnya (faktanya) suatu keadaan badan phisik yang sudah tua renta dan jiwanya sering lupa dan tingkah lakunya kembali seperti anak-anak.
Setelah badan phisiknya mati, maka ruh dan jiwanya tetap hidup dan datang kepada Tuhan untuk mempertanggung jawabkan atas perbuatannya di dunia. Dan Allah sangat sepat perhitungannya (kalkulasinya).
“(Ingatlah) suatu hari (ketika) tiap-tiap diri datang untuk membela dirinya sendiri dan bagi tiap-tiap diri disempurnakan (balasan) apa yang telah dikerjakannya, sedangkan mereka tidak dianiaya (dirugikan).” [QS An Nahl (16) ayat 111].
“agar Allah memberi pembalasan kepada tiap-tiap orang (nafs/ diri) terhadap apa yang ia usahakan. Sesungguhnya Allah Maha cepat hisab-Nya.” [QS Ibrahim (14) ayat 51]
Setelah dihisab amal perbuatannya, maka ruh dan jiwa ini dibangkitkan lagi untuk menerima balasan atas perbuatannya. Pengertian dibangkitkan ini, adalah ruh/jiwa ini dipertemukan dengan tubuhnya.
” dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh).” [QS At Takwiir (81) ayat 7].
Dalam bahasa aslinya وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ artinya bukan ruh-ruh tetapi diri-diri atau jiwa-jiwa (nufus). Sang diri atau jiwa-jiwa inilah yang kemudian dipertemukan dengan tubuh atau badan phisiknya. Tetapi kalau jiwanya itu mutmainah, maka akan langsung dipanggil Allah untuk berkumpul dengan hamba-hamba-Nya yang salih dan tinggal di jannah-Nya dan tidak perlu dipertemukan dengan badan phisiknya. Jannah yang mana, ya tentunya di alam ruh atau tinggal di alam yang berdimensi yang lebih tinggi (QS Al Fajr [89] ayat 27).
Tetapi kalau jiwanya masih kotor atau menyesali diri (lauwamah), maka mereka dipertemukan lagi dengan badan phisiknya untuk kembali di dunia yang berdimensi tiga ini untuk memperbaiki jiwanya agar menjadi mutmainah. Apakah sang diri dipertemukan dengan tubuh (badan phisik) nya dulu, mungkin tidak, dan mungkin ya tetapi tidak dikenali, karena Allah berfirman :”… dan menciptakan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.” (QS Al Waaqia’ah (56) ayat 61). Wa llahu ‘alam bish shawab.