Rabu, 13 Mei 2009

Mungkinkah Menemukan Partikel Tuhan ?

Dahulu orang menganggap elemen yang paling dasar yang membentuk atau bumi kita ini adalah Udara, Api, Air dan Tanah. Nenek moyang kita percaya bahwa segala sesuatu yang ada di bumi ini atau alam semesta ini disusun dari 4 elemen dasar terebut. Dalam perkembangannya ternyata partikel paling kecil adalah Atom. Sampai tahun 1900, manusia percaya bahwa Atom adalah partikel paling kecil. Mereka menganggap bahwa Atom inilah yang menyusun segala sesuatu di dunia ini. Ilmu pengetahuan terus berkembang dan kemudian ternyata setelah dilakukan eksperimen bahwa Atom itu masih mempunyai partikel yang lebih kecil yang disebut inti Atom, yang terdiri dari partikel Proton dan Neutron. Manusia kemudian mempercayai bahwa partikel yang paling kecil atau yang paling dasar yang menyusun materi adalah Proton dan Neutron. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan ternyata Proton dan Neutron ini masih dapat dipecah lagi masing-masing menjadi yang disebut dengan Quark.
Menurut teori Model Standar, dunia atau alam semesta ini tersusun dari kuark dan lepton. Ada enam macam kuark, yaitu kuark up (disingkat u), down (d), strange (s), charm ©, beauty (b) dan top (t). Ada juga enam macam lepton, yaitu elektron (e), muon (μ), tau (τ), neutrino-elektron (νe), neutrino-muon (νμ) dan neutrino-tau (ντ). Masing-masing lepton dan kuark memiliki antipartikel yang memiliki massa yang sama dengan partikelnya, tetapi memiliki muatan listrik yang berlawanan.
Keduabelas partikel ini mempunyai massa yang berbeda. Umumnya partikel-partikel ini dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (tiga generasi). Generasi pertama merupakan kelompok partikel yang memiliki massa yang paling ringan. Generasi pertama ini terdiri dari kuark u, kuark d, neutrino-elektron, dan elektron. Partikel-partikel generasi kedua memiliki massa lebih besar dari generasi pertama. Generasi ini meliputi dari kuark c, kuark s, neutrino-muon, dan muon. Generasi ketiga merupakan kelompok yang memiliki massa yang paling besar. Partikel-partikel yang termasuk generasi ketiga adalah kuark t, kuark b, neutrinotau, dan tau.( http://www.yohanessurya.com )

Lalu? Apa perlunya itu semua penemuan-penemuan partikel yang sangat-sangat kecil itu? Yang pasti karena memang belum ditemukan keberadaannya, tetapi upaya tersebut merupakan upaya yang penting dalam menjelaskan fenomena yang sangat fundamental, yang menjelaskan bagaimana partike-partikel berinteraksi secara fundamental di alam. Apakah mereka ingin menemukan partikel Tuhan yang menciptakan alam semesta ini ?. Apakah mereka tidak percaya bahwa penyebab tersusunnya alam semesta ini adalah Tuhan. Lalu, apakah partikel yang paling mendasar itu atau yang paling terkecil itu adalah Tuhan? Walaupun suatu saat nanti ditemukan partikel yang paling mendasar yang menyebabkan terciptanya alam semesta tetapi yang pasti partikel itu bukan Tuhan.

Nah, untuk menjelaskan partikel itu adalah bukan Tuhan, sekarang marilah disimak kembali tentang makna surat Ikhlas dalam terjemahan dan penafsiran yang lain.

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ
Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.

Mungkin terjemahan diatas perlu dilakukan re-intepretasi arti “Esa”. Esa berasal dari bahasa Pali (bahasa yang dipakai kitab-kitab Buddhisme) yang mempunyai arti “Nirbana” atau “tiada” (Badhe Dammasubho, Goenawan Mohamad). Lebih pas kalau diterjemahkan Tunggal, karena tunggal itu secara matematis tidak dapat dibagi atau dipecah-pecah. Ia adalah satu-satunya, tiada yang lain. Sehingga terjemahannya menjadi “ Katakanlah: “ Dia-lah Allah , Yang Maha Tunggal.

اللَّهُ الصَّمَدُ
Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.

Dari sudut bahasa, ash shomadu mempunyai arti 1) Tumpuan harapan dan 2) Sesuatu yang sangat padat, sehingga bagaikan batu yang tidak berongga (M Quraish Shihab). Arti yang pertama, sudah umum diterjemahkan bahwa Allah itu merupakan tumpuan harapan seluruh makhluk yang ada di alam semesta ini . Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini semua bergantung kepada Allah. Arti yang kedua inilah yang berhubungan dengan konteks artikel ini. Bahwa digambarkan oleh ayat ini bahwa Allah itu adalah sesuatu yang sangat padat, sehingga bagaikan batu yang tidak berpori-pori, sesuatu yang tidak ada lubangnya sehingga tidak ada yang masuk kedalam sesuatu itu. Ini menggambarkan bahwa Tuhan itu tidak makan dan minum. Sesuatu yang sangat padat bagaikan batu yang tidak berpori-pori ini juga dapat menggambarkan bahwa sesuatu itu yang sangat kecil (element yang mendasar), lembut dan halus sehingga tidak ada sedikitpun rongga atau pori-pori. Ini merupakan gambaran Allah itu yang maha halus sebagaimana yang disebut dalam nama Tuhan Maha Halus ( Al Latif).

لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,

Dalam kontek partikel Tuhan, maka ayat ini menggambarkan bahwa sesuatu yang sangat kecil (yang merupakan element yang paling mendasar dalam penyusunan alam semesta ini), yang halus dan lembut ini tidak dapat dibelah atau dipecah lagi maupun membelah. “Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan” dalam kontek partikel ini. Partikel yang kecil, sangat halus dan lembut ini tidak dapat membelah dan tidak dapat dibelah atau dipecah lagi. Ilmu pengetahuan mungkin dapat menemukan pertikel yang paling kecil dan mendasar di masa yang akan datang, yang merupakan partikel yang menyusun alam semesta ini. Tetapi Tuhan sudah membatasi dalam ayat berikutnya bahwa partikel yang sangat kecil itu bukan Tuhan. Apa yang yang disampaikan Allah dalam firman-Nya ?

وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".

Jadi, walaupun para ilmuwan menemukan partikel yang paling mendasar dalam pembentukan alam semesta ini. Tuhan berfirman bahwa partikel tersebut tidak setara dengan Dia Allah yang maha besar. Dalam ayat lain QS Asy Syuura (42) ayat 11 dikatakan bahwa لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ.Laisa kamislihi syaiun yang berarti tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia.
Jadi, apapun yang ditemukan oleh para ilmuwan tentunya tidak ada seorangpun atau sesuatu pun yang setara dan serupa dengan Allah. Dan Allah-lah yang menciptakan partikel itu.

Wa llahu ‘alam bishshawab.

Senin, 11 Mei 2009

Déjà vu

Kita mungkin pernah mengalami ketika memasuki daerah atau kota yang belum pernah dikunjungi tetapi kita merasa pernah melihat situasi dan kondisi daerah atau kota itu sebelumnya. Pengalaman ini selalu disertai dengan perasaan yang tidak nyata. Artinya pernah melihat sebelumnya tetapi dimana ? Atau kapan ? Fenomena ini disebut dengan Déjà vu. Sebuah frasa perancis yang secara harfiah mempunyai arti “pernah lihat”. Maksudnya mengalami suatu pengalaman yang dirasakan pernah dialami sebelumnya. Sampai saat ini memang belum ditemukan apa gerangan penyebab déjà vu.
Namun beberapa pendekatan teoritis sudah pernah dilakukan. Sigmund Freud, ahli psikoanalisis itu sempat mengamati ihwal kondisi aneh ini. Menurut Freud, déjà vu trjadi ketika seseorang secara spontan teringat kembali pada sebuah fantasi yang muncul tanpa disadari. Karena hal ini tak disadari, maka kandungan fantasinya tidak bisa dicermati lebih lanjut. Ia hanya bisa teringat sepintas bahwa peristiwa yang terjadi detik itu sempat terlintas dibenaknya entah kapan (Sinar Harapan).
Ilmu memang belum bisa menjelaskan keanehan fenomena déjà vu, sehingga melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan penyebab déjà vu. Salah satu teorinya adalah teori yang diusung oleh Harun Yahya yang mengatakan bahwa peristiwa déjà vu ini merupakan pembenaran terhadap takdir. Segala sesuatu yang akan terjadi merupakan sesuatu yang sudah ditakdirkan dan itu sudah terekam dalam rekaman otak kita. Sehingga pada saat kita menghadapi suatu peristiwa tertentu sebetulnya alam bawa sadar kita sudah mengenalnya (karena peristiwa itu sudah terekam dalam otak kita) dan pada tingkat kesadaran penuh kita merasa bahwa kita pernah mengalami sebelumnya terhadap peristiwa yang baru kita hadapi terebut (http://habahate.blogspot.com).Teori ini didukung oleh Agus Mustofa dalam bukunya “Membongkar Tiga Rahasia”. Dia mengatakan bahwa semua peristiwa itu sebenarnya sudah ada dan tersimpan di dalam Kitab Induk alam semesta yang dikenal sebagai lauh Mahfuzh.
Sejak dahulu kala sampai sekarang, takdir tetap menjadi bahan perdebatan yang tiada habisnya. Segala sesuatu yang akan terjadi misalnya, orang pada umur 30 tahun akan melakukan korupsi di suatu kantor tertentu, merupakan sesuatu kejadian yang sudah ditakdirkan. Kalau sudah ditentukan atau ditakdirkan sebelumnya, orang yang melakukan kejadian itu tidak perlu mempertanggung jawabkan kepada Tuhan. Faham ini banyak di anut oleh kaum fatalis. Tetapi kalau pengertian takdir itu dipersepsikan sebagai formula-formula atau rumusan-rumusan dan kumpulan-kumpulan formula tersebut Grand Formula, itu baru masuk akal. Tidak akan terjadi air kalau tidak ada unsur Hidrogen dan Oksigen. Inilah formula atau takdir. Orang boleh memilih formula untuk menjadi koruptor atau menjadi orang baik. Orang boleh memilih menjadi kaya atau miskin. Ingin menjadi sehat atau sakit. Orang dapat berhasil menentukan pilihannya kalau tidak ada faktor-faktor yang mempengaruhi pilihannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi itu berjumlah tak terhingga. Manusia hanya mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ini masih sangat sedikit.
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (ditulis) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi maha Bijaksana [QS Luqman (31) ayat 27]
Ini menunjukkan bahwa grand formula atau ilmu Allah itu sangat luas dan ilmu manusia hanya sedikit.
Demikian juga orang boleh saja memilih ingin menjadi orang yang beriman atau kafir, sebagaimana yang difirmankan oleh Allah bahwa "…..Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir………"[QS Al Kahfi (18) ayat 29].
Kalau orang itu memilih kafir, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya yang kafir itu, karena Allah sudah mengilhamkan kepada manusia jalan kefasikan dan ketaqwaan [QS Asy Syams (91) ayat 7-8]
Teori-teori tentang déjà vu itu memang sulit untuk diuji kebenarannya. Apa yang disampaikan oleh Harun Yahya dan Agus Mustofa juga masih merupakan teori yang sulit diuji karena bagaimana caranya mengetahui rekaman peristiwa yang dimasukkan dalam otak kita? Bagaimana pula memunculkan rekaman yang sudah ada dalam otak kita tentang kejadian masa depan ? Demikian juga ada teori yang berpendapat bahwa déjà vu itu merupakan peristiwa yang pernah dilihat sebelumnya pada saat kehidupan sebelum dibangkitkan kembali (baca : Mengapa Orang Terlahir Cacat atau Melarat dan kategori : Kebangkitan). Para ahli hipnotis dapat mengetahui apa yang yang telah dilakukan seseorang di masa lampau dengan hipnotis. Inilah yang membuktikan bahwa bahwa peristiwa-peristiwa yang dialami di masa lampau sekali waktu juga muncul dalam otak kita , sehingga peristiwa yang dilihat sekarang itu ternyata sama dengan peristiwa yang dialami masa lampau, bahkan peristiwa yang jauh sebelum dilahirkan (Ian Stevenson, M.D., seorang profesor peneliti dari University of Virginia ; http://erabaru.or.id ) . Kenapa fenomena ini bisa terjadi karena peristiwa yang dialami di masa lampau itu juga di catat dalam Kitab Induk yang disebut dengan Lauh mahfuzh dan terekam dalam sang diri.
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).[QS Yaasiin (36) ayat 12]

Wa llahu ‘alam bish shawab.